
PRESIDEN Korea Selatan yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol hadir di pengadilan Seoul pada Kamis (20/2) untuk sidang pertama pada persidangan pidana atas tuduhan pemberontakan.
Pengadilan mendengarkan permintaan pengacara Yoon Suk Yeol untuk membatalkan penahanannya karena mereka berpendapat bahwa penyelidikan pemberontakan telah dilakukan secara ilegal dan tidak ada risiko Yoon mencoba menghilangkan bukti.
"Sidang tersebut juga melakukan diskusi seputar saksi dan persiapan lainnya sebelum persidangan pidananya. Sementara otoritas keamanan bersiaga penuh karena puluhan pendukungnya berunjuk rasa di luar gedung tersebut," kata laporan Al Jazeera, Kamis (20/2).
Jaksa Korsel pada bulan lalu mendakwa Yoon setelah menuduhnya memimpin pemberontakan dengan penerapan darurat militer yang berlangsung singkat pada tanggal 3 Desember.
Polisi menangkap Yoon pada tanggal 15 Januari setelah kebuntuan selama seminggu di kompleks tempat tinggalnya. Ini tindakan pertama yang diambil terhadap presiden yang sedang menjabat di Korea Selatan.
"Melindungi Korea Selatan yang liberal dari ancaman yang ditimbulkan oleh pasukan komunis Korea Utara dan untuk melenyapkan elemen-elemen antinegara," kata Yoon yang mengumumkan darurat militer dalam pidato televisi pada tanggal 3 Desember.
Dekrit Yoon membawa ribuan pengunjuk rasa yang marah dan menentang tindakan tersebut ke jalan, sebelum anggota parlemen di Majelis Nasional menolaknya dan mencabut darurat militer dalam waktu sekitar enam jam setelah diumumkan.
Meskipun Yoon mendapatkan kekebalan presiden dari penuntutan pidana, hak istimewa ini tidak berlaku untuk kasus pemberontakan atau pengkhianatan.
Jika terbukti bersalah, Yoon menghadapi kemungkinan hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Menteri pertahanan Yoon, Kim Yong-hyun, serta kepala polisi nasional Cho Ji-ho dan beberapa komandan militer juga telah ditangkap dan didakwa atas pemberontakan, penyalahgunaan kekuasaan, dan tuduhan lain yang terkait dengan dekrit tersebut.
Meski singkat, deklarasi darurat militer Yoon telah menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan politik.
Pada 14 Desember, Majelis Nasional dengan suara mayoritas memilih untuk menangguhkan kekuasaan presidensial Yoon dan memakzulkannya.
Dalam persidangan pemakzulan paralel dengan kasus pidana Yoon, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kini hampir mengambil keputusan apakah akan secara resmi mencopotnya dari jabatan atau menolak mosi tersebut dan mengembalikannya.
Koresponden Al Jazeera di Seoul, Rob McBride, mengatakan bahwa jika pengadilan menegakkan pemakzulan Yoon, Korea Selatan akan mengadakan pemilihan umum dalam waktu 60 hari.
“Drama ini terus berlanjut, dan tentu saja, negara ini masih dalam semacam ketidakpastian diplomatik,” kata McBride di luar pengadilan Seoul tempat persidangan Yoon berlangsung.
“Penjabat presiden negara itu, Choi Sang-mok, bahkan belum berbicara di telepon dengan (Presiden Amerika Serikat) Donald Trump, pemimpin sekutu terpenting Korea Selatan,” tambahnya.
Para pendukung Yoon yang vokal, yang ratusan di antaranya melakukan kerusuhan di Pengadilan Distrik Barat Seoul setelah pengadilan mengizinkan penangkapannya bulan lalu, telah memprotes tindakan hukum yang diambil terhadapnya.
Yoon juga mempertahankan sikap menantang, terus menyatakan penghinaan terhadap para pesaingnya yang liberal dan mendukung teori konspirasi yang tidak berdasar tentang kecurangan pemilu. (I-3)