Penemuan Altar Misterius Ungkap Dominasi Teotihuacan di Kota Maya Tikal

6 days ago 12
Penemuan Altar Misterius Ungkap Dominasi Teotihuacan di Kota Maya Tikal Para arkeolog menemukan sebuah altar berusia 1.700 tahun di Tikal, Guatemala, yang mengungkap dominasi budaya dan politik Teotihuacan atas peradaban Maya.(Edwin Román Ramírez)

PARA arkeolog menemukan sebuah altar misterius berusia 1.700 tahun di sebuah kota kuno suku Maya. Altar ini dihiasi dengan warna-warna mencolok dan berisi benda-benda mengerikan yang mungkin menjadi kunci untuk mengungkap dinamika geopolitik rumit pada masa itu.

Meskipun altar ini ditemukan di Tikal—sebuah kota peninggalan suku Maya yang kini berada di wilayah Guatemala—para arkeolog percaya dekorasinya bukan hasil karya suku Maya. Sebaliknya, mereka meyakini altar ini dibuat seniman yang dilatih sejauh 630 mil dari Teotihuacan, sebuah kota berpengaruh di dekat Kota Meksiko modern yang memiliki pengaruh kuat atas wilayah tersebut.

Sebelum penemuan ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Antiquity, para arkeolog sudah mengetahui adanya interaksi antara dua kebudayaan tersebut, meski sifat hubungan mereka masih diperdebatkan.

Namun altar yang dihias dengan indah dan ditemukan di atas dua jasad ini mengonfirmasi “para pemimpin kaya dari Teotihuacan datang ke Tikal dan menciptakan replika fasilitas ritual yang kemungkinan ada di kota asal mereka,” kata Stephen Houston, profesor dari Universitas Brown yang ikut menulis studi ini dan merupakan pakar budaya Maya.

“Ini adalah kisah tentang kekaisaran—bagaimana kerajaan-kerajaan besar berusaha mengendalikan yang lain,” ujarnya. “Temuan ini sangat memperkuat pandangan hubungan ini bukan sekadar kontak ringan atau perdagangan biasa. Ini melibatkan kekuatan militer yang membangun kantong kekuasaan di dekat istana kerajaan setempat.”

Houston dan rekan-rekannya dari AS dan Guatemala mulai menggali situs ini pada 2019, setelah pemindaian area tersebut menunjukkan adanya struktur di bawah sebuah bukit yang sebelumnya dikira alami.

“Hanya sebagian kecil dari istana ini yang tampak di permukaan. Sisanya, terutama bagian yang lebih dalam, hanya dapat diakses melalui terowongan yang digali oleh arkeolog,” kata Houston kepada CNN lewat email. “Biasanya kami menemukan lantai dan dinding, lalu mengikutinya hingga terungkap bangunan-bangunan yang terkubur.”

Saat menggali, mereka menemukan altar ini, yang masih menunjukkan garis samar sosok manusia dengan hiasan kepala berbulu di setiap panel, serta sisa-sisa cat merah terang, hitam, dan kuning. Desain ini mirip dengan representasi dewa “Dewa Badai,” yang lebih umum ditemukan dalam seni Teotihuacan ketimbang Maya.

Dua jasad ditemukan di bawah altar—salah satunya diduga laki-laki dewasa, dan yang lain seorang anak kecil berusia 2 hingga 4 tahun, yang dikuburkan dalam posisi duduk—gaya penguburan yang lebih umum ditemukan di Teotihuacan daripada di Tikal.

Tiga jasad bayi lainnya juga ditemukan di sekitar altar, dikuburkan dengan cara yang mirip dengan makam bayi di Teotihuacan. Para penulis studi tidak menjelaskan secara spesifik penyebab kematian mereka.

“Altar ini mengonfirmasi bahwa ritual Teotihuacan digunakan di pusat kota Tikal, melibatkan orang-orang yang memakai gaya lukisan Teotihuacan yang sangat asing untuk menggambarkan dewa asing,” jelas Houston.

Beberapa jasad mungkin milik individu dari suku Maya, kata Houston, “namun temuan makam menunjukkan kontak dekat, dan mungkin asal usul, dari Teotihuacan. Pengorbanan bayi-bayi ini sesuai dengan praktik dari Meksiko Tengah.”

Praktik-praktik budaya ini menunjukkan semakin kuatnya pengaruh Teotihuacan di Tikal, kata para peneliti dalam makalah mereka.

Dan fakta bahwa bangunan-bangunan ini kemudian dikubur dan tidak pernah dibangun di atasnya lagi “kemungkinan mencerminkan perasaan yang rumit yang dimiliki suku Maya terhadap Teotihuacan,” ujar Andrew Scherer, rekan penulis studi dan profesor antropologi dan arkeologi di Brown.

“Suku Maya biasa mengubur bangunan dan membangun di atasnya,” katanya dalam pernyataan. “Tapi dalam kasus ini, mereka mengubur altar dan bangunan di sekitarnya lalu meninggalkannya, padahal itu merupakan lahan yang sangat berharga beberapa abad kemudian. Mereka memperlakukannya hampir seperti tugu peringatan atau zona berbahaya.”

Penemuan terbaru ini mengungkap satu lagi lapisan dalam hubungan rumit antara dua kebudayaan yang selama ini diungkap melalui penelitian terbaru.

Pada 1960-an, para peneliti menemukan sebuah batu bertuliskan kisah konflik antara suku Maya dan Teotihuacan. Peneliti mengetahui bahwa “sekitar tahun 378 M, Teotihuacan pada dasarnya memenggal sebuah kerajaan,” kata Houston.

“Mereka menurunkan raja dan menggantikannya dengan boneka penguasa, seorang pemimpin yang menjadi alat lokal yang berguna bagi Teotihuacan.”

Altar ini kemungkinan dibangun pada waktu yang sama dengan kudeta tersebut, menurut Scherer, yang kemudian mendorong kerajaan Maya ke puncak kejayaannya, sebelum akhirnya runtuh sekitar tahun 900 M.

Temuan dari penggalian ini, kata Houston, menunjukkan “kisah lama yang tak lekang oleh waktu”—tentang perebutan pengaruh budaya oleh kekaisaran.

“Semua orang tahu apa yang terjadi pada peradaban Aztec setelah kedatangan bangsa Spanyol... Kekuatan dari Meksiko Tengah ini masuk ke dunia Maya karena melihatnya sebagai wilayah dengan kekayaan luar biasa, bulu-bulu eksotis dari burung tropis, batu giok, dan cokelat,” katanya. “Bagi Teotihuacan, ini adalah tanah susu dan madu.” (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |