Pelaku Serangan Teroris di Gereja Nice Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

2 weeks ago 12
Pelaku Serangan Teroris di Gereja Nice Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup Brahim Aouissaoui, pria asal Tunisia yang melakukan serangan teroris brutal di Basilika Notre-Dame, Nice, pada Oktober 2020, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Prancis.(Media Sosial X)

SEORANG pria asal Tunisia yang menikam tiga orang hingga tewas dalam serangan teroris di sebuah gereja di Nice dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Prancis.

Brahim Aouissaoui, 25, mengatakan kepada pengadilan khusus di Paris bahwa ia tidak ingat serangan yang terjadi pada Oktober 2020. Namun, kemudian ia mengakui aksinya adalah bentuk balas dendam terhadap “kalian [orang Barat] yang membunuh Muslim setiap hari.”

Dengan bersenjatakan pisau dapur, Aouissaoui hampir memenggal Nadine Devillers, seorang perempuan berusia 60 tahun, menikam pekerja perawatan asal Prancis-Brasil, Barereto Silva, 44, serta menyayat leher seorang pekerja gereja bernama Vincent Loqués, 55, di Basilika Notre-Dame.

Ia dinyatakan bersalah atas tiga pembunuhan tersebut serta enam percobaan pembunuhan lainnya.

Pada Rabu, pengadilan membuat keputusan langka dengan menjatuhkan hukuman maksimum berupa penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat, untuk serangan yang dalam persidangan digambarkan sebagai tindakan dengan “kebrutalan luar biasa.”

Presiden pengadilan, Christophe Petiteau, menyebut pembunuhan tersebut sebagai tindakan “sangat brutal” dan mengatakan hukuman mencerminkan penilaian hakim bahwa Aouissaoui memiliki “risiko terlalu tinggi” untuk melakukan kejahatan serupa di masa depan.

Petiteau menggambarkan Aouissaoui sebagai “pria yang sangat berbahaya” dengan “niat membunuh yang tak terbantahkan.” Para hakim juga menambahkan tindakannya tidak bisa dianggap sebagai “tindakan gila” yang spontan.

Hakim penyidik mengungkapkan Aouissaoui pernah menyebut Prancis sebagai “negara orang kafir dan anjing” serta menyatakan niatnya untuk “menyebarkan teror.”

Dalam persidangan, terungkap Aouissaoui putus sekolah di Turki pada usia 13 tahun. Saat itu mulai mengonsumsi alkohol serta merokok ganja. Ia mengalami radikalisasi pada akhir tahun 2018.

Dalam pernyataan penutupnya di pengadilan khusus, jaksa dari Kantor Kejaksaan Anti-Terorisme Nasional mengatakan Aouissaoui telah “terkunci dalam fanatisme totaliter dan barbar.” Ia menambahkan, “Serangan ini sebenarnya adalah puncak dari komitmen jihad yang dimulai di Tunisia.”

Butuh tujuh petugas polisi untuk menangkap Aouissaoui, yang saat itu ditembak beberapa kali. Setelah penangkapan, polisi menemukan sebuah salinan Al-Qur’an, tiga pisau, dan dua ponsel di tubuhnya.

Menurut Kantor Kejaksaan Anti-Terorisme, terdapat “banyak indikasi saat ia meninggalkan Tunisia … terdakwa memang berniat melakukan serangan di Prancis.”

Prancis mengadakan hari berkabung nasional untuk tiga korban serangan ini. Pembunuhan tersebut terjadi hanya dua minggu setelah guru sejarah dan geografi, Samuel Paty, dipenggal di dekat sekolah menengah tempatnya mengajar di barat laut Paris oleh seorang pengungsi Chechnya berusia 18 tahun yang marah setelah mendengar laporan bahwa Paty telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad dalam pelajaran tentang kebebasan berbicara.

Aouissaoui menyeberangi Laut Mediterania dari Tunisia ke Italia sebulan sebelum serangan, lalu memasuki Prancis melalui jalur darat. (The Guardian/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |