
KARDINAL Matteo Maria Zuppi adalah salah satu sosok yang kariernya melejit cepat dalam hierarki Gereja Katolik Italia. Ia dikenal sebagai prelatus yang berpandangan progresif, berada di sayap kiri politik Gereja. Zuppi dinilai berpotensi besar melanjutkan warisan Paus Fransiskus meskipun dengan pengaruh kuat dari komunitas awam Sant’Egidio, tempat ia memiliki kedekatan yang mendalam.
Zuppi lahir dan besar di Roma dalam keluarga yang memiliki hubungan erat dengan Vatikan. Ayahnya, Enrico, adalah seorang jurnalis dan fotografer yang diangkat Giovanni Battista Montini (yang kelak menjadi Paus Paulus VI) sebagai editor L’Osservatore della Domenica, edisi mingguan bergambar dari L’Osservatore Romano.
Ibunya, Carla Fumagalli, adalah keponakan Kardinal Carlo Confalonieri, yang pernah menjadi sekretaris Paus Pius XI, Prefek Kongregasi untuk Para Uskup, dan Dekan Dewan Kardinal saat pemakaman Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus I.
Sebagai anak kelima dari enam bersaudara, Zuppi bersekolah menengah di pusat kota Roma, tempat ia bertemu Andrea Riccardi, pendiri gerakan Sant’Egidio. Ia pun segera terlibat dalam komunitas tersebut, yang ia anggap sebagai "Injil dan Gereja yang lain". Tahun 1977, pada usia 22 tahun, ia menyelesaikan studi sastra dan filsafat di Universitas La Sapienza, Roma, dengan skripsi tentang kehidupan Kardinal Alfredo Ildefonso Schuster.
Ia kemudian masuk seminari di Keuskupan Palestrina, pinggiran Roma, dan melanjutkan studi teologi di Universitas Kepausan Lateran hingga meraih gelar sarjana. Tahun 1981, ia ditahbiskan menjadi imam untuk Keuskupan Palestrina dan ditugaskan pertama kali sebagai pastor pembantu di Paroki Santa Maria in Trastevere di bawah bimbingan Monsinyur Vincenzo Paglia.
Selama di sana, ia juga menjabat sebagai rektor gereja terdekat dan ketua dewan imam keuskupan. Tahun 1992, Pastor Zuppi berperan penting dalam perjanjian damai di Mozambik yang difasilitasi Sant’Egidio, hingga ia dianugerahi status warga kehormatan negara tersebut.
Pada 2000, ketika Vincenzo Paglia diangkat menjadi Uskup Terni, Zuppi menggantikannya sebagai pastor kepala Paroki Santa Maria in Trastevere sekaligus penasihat rohani Sant’Egidio. Enam tahun kemudian, Paus Benediktus XVI memberinya gelar kehormatan "Chaplain to His Holiness".
Pada 2010, ia dipindahkan ke salah satu paroki terbesar di pinggiran Roma, lalu pada 2012 diangkat menjadi Uskup Auksilier Roma. Salah satu penahbisnya adalah Uskup Agung Paglia. Tahun 2015, Paus Fransiskus menunjuknya sebagai Uskup Agung Bologna menggantikan Kardinal Carlo Caffarra, dan pada 2019 mengangkatnya menjadi kardinal. Selain bahasa Italia sebagai bahasa ibu, Zuppi memiliki sedikit kemampuan berbahasa Inggris, namun tidak tercatat menguasai bahasa lain secara fasih.
Matteo Zuppi dikenal sebagai sosok yang hangat dan mudah bergaul, dengan jaringan pertemanan lintas spektrum politik di Roma. Kepeduliannya pada kaum miskin dan terpinggirkan tumbuh bersama keterlibatannya di komunitas Sant’Egidio. Ia mencerminkan semangat Konsili Vatikan II selalu berusaha terlibat dalam dunia modern dan mewujudkan “perubahan mendalam” yang ia yakini sebagai cita-cita konsili tersebut.
Bagi Zuppi, membantu Gereja untuk kembali mendengarkan berbagai pertanyaan dunia adalah hal mendasar. Ia menekankan pentingnya belas kasih sebagai sikap khas Gereja pasca-Konsili. Pendekatannya mencakup penolakan terhadap kebencian, membangun solidaritas sejati, menerima keberagaman agama, serta memajukan persaudaraan.
Ia dikenal turun langsung ke masyarakat marjinal seperti pecandu narkoba, anak-anak gipsi yang hidup miskin, hingga lansia yang ditelantarkan—hingga dijuluki “uskup jalanan.” Ia juga berupaya merangkul kelompok LGBT, pasangan yang bercerai dan menikah lagi secara sipil, serta berdialog dengan umat Muslim, Yahudi, dan para migran.
Sebagai uskup agung dan kardinal yang diangkat oleh Paus Fransiskus, Zuppi tampak berkomitmen kuat untuk menjalankan visi kepausan ini dimulai dari Evangelii Gaudium, hingga dokumen kontroversial soal persaudaraan manusia lintas agama yang ditandatangani di Abu Dhabi tahun 2019. Ia kerap berpartisipasi dalam sinode-sinode Vatikan dan melihat prinsip sinodalitas sebagai kunci pembaruan Gereja dan melampaui isolasi antar komunitas iman.
Menurutnya, individualisme adalah hal yang harus ditolak. Ia menekankan pentingnya komunitas, keterlibatan aktif, dan misi sosial. Ia memiliki devosi kepada Bunda Maria dan sangat menghargai doa, tetapi perjuangannya di bidang keadilan sosial dan kesetaraan membuatnya sering berseberangan dengan tokoh-tokoh politik kanan dan lebih dekat dengan kalangan kiri Italia.
Ketika Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi kardinal, media Italia bahkan berseloroh bahwa “pastor” partai sosialis Italia diangkat menjadi kardinal. Ia juga memiliki hubungan dengan gerakan anti-Matteo Salvini, politisi populis dari Partai Lega; memimpin misa pemakaman dua aktivis kiri pro-aborsi; dan bahkan menerima seorang imam komunis yang sempat mencalonkan diri di Parlemen Eropa ke dalam Keuskupan Agung Bologna.
Zuppi juga dikaitkan dengan tokoh Freemason Italia terkenal, Gioele Magaldi, pendiri Grande Oriente Democratico yang berhaluan progresif. Dalam wawancara tahun 2020, Magaldi menyebut dirinya mengenal baik dunia Vatikan dan mengatakan, “dari semua kardinal, yang paling saya hormati adalah Matteo Zuppi, dia yang memberkati pernikahan saya.” Ia menambahkan, “Zuppi akan menjadi Paus yang luar biasa.”
Ia dikenal sangat terbuka terhadap kaum homoseksual dan cinta sesama jenis, sering kali tanpa menekankan perubahan perilaku.
Meski begitu, walau dikenal progresif dan memiliki koneksi dengan kalangan Freemason, Zuppi juga mencoba merangkul pihak konservatif. Ia pernah memimpin misa dalam ritus lama (Tridentin) setidaknya dua kali dan merayakan ibadat Vesper meriah di Pantheon pada tahun 2022.
Ironisnya, di balik citranya sebagai “uskup jalanan” yang sederhana, Zuppi kini memimpin salah satu keuskupan terkaya di dunia, Keuskupan Agung Bologna, berkat dana hibah luar biasa sebesar 1,8 miliar dolar AS yang diberikan beberapa tahun sebelum ia menjabat.
Sulit untuk benar-benar mengetahui di mana posisi teologis Zuppi. Ia dikenal cerdas dan pandai menyesuaikan pesan dengan audiens atau Paus yang sedang menjabat. Namun, arah pandangannya sering condong ke hal-hal yang dianggap menyimpang dari ajaran resmi Gereja, seperti soal ketakberceraian dalam perkawinan, homoseksualitas, ideologi gender, dan keberadaan neraka.
Bagi para pendukungnya, hal ini membuat Zuppi mampu menghadapi kompleksitas dunia modern. Namun bagi para pengkritiknya, ia adalah sosok modernis yang cerdas dan penuh strategi. (collegeofcardinalsreport/Z-2)