
PENASIHAT hukum Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ronny Talapessy, membantah pernyataan terkait "perintah ibu" yang mencuat dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Hasto. Pernyataan ini muncul pada rekaman sadapan saluran telepon Kader PDIP Saeful Bahri dengan eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang diperdengarkan dalam sidang Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (24/4).
Dalam sidang tersebut, rekaman percakapan antara Saeful Bahri, mantan kader PDI Perjuangan, dan Tio menunjukkan bahwa permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) yang melibatkan Harun Masiku dijamin oleh Hasto, setelah mendapat "perintah ibu". Namun, tidak disebutkan siapa sosok "ibu" yang dimaksud.
Menanggapi hal tersebut, Ronny membantah bahwa "ibu" dalam pernyataan tersebut merujuk kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Bukan Bu Mega," ujar Ronny di sela sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta seperti dikutip Antara, Kamis (24/4).
Menurut Ronny, Saeful kerap membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto, agar cepat mendapatkan uang. Hal itu, kata dia, sudah terbukti lantaran Tio juga menyampaikan fakta yang sama.
"Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai," ungkapnya.
Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, pada rentang waktu 2019–2024.
Sekjen DPP PDIP itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota KPU periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019–2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019–2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Ant/P-4)