Krisis Integritas Hakim

4 days ago 12
Krisis Integritas Hakim Ilustrasi.(MI)

BELUM rampung mengusut kasus mafia peradilan terkait vonis bebas Ronnald Tannur yang menyeret empat hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan empat hakim PN Jakarta Pusat sebagai tersangka.

Seperti halnya kasus di Surabaya, keempat hakim PN Jakarta Pusat itu juga terlibat kasus suap pengurusan perkara. Kali ini, perkara yang diurus terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, dengan terdakwa korporasi, yaitu Permata Hiju Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Masalah judicial corruption atau korupsi yang terjadi di lembaga peradilan pun seolah tak pernah dibenahi dengan beres. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian & Advomasi Independensi Peradilan (Leip) Muhammad Tanziel Aziezi berpendapat, penetapan empat hakim yang mengurus perkara kasus korupsi minyak goreng menjadi alarm bagi Mahkamah Agung (MA) segera bergerak untuk menutup celah perilaku koruptif di lembaga peradilan.

"Kalau ngomong integritas, rasanya capek sekali kita bicara itu karena integritas seharusnya adalah standar atau bare mininum untuk menjadi seorang hakim. Ibaratnya, jadi koki harus bisa nyalain kompor," jelas Aziezi kepada Media Indonesia, Selasa (15/4).

Menurutnya, kasus yang menyeret para hakim kali ini telah membuat masyarakat secara logis bertanya mengenai kualitas dan integritas personel lembaga peradilan di Indonesia. Bukan tidak mungkin, kasus yang lain terjadi di pengadilan lainnya, tapi belum terungkap sampai saat ini.

"Ini perlu segera direspon segera cepat, tepat, dan patut oleh Mahkamah Agung," kata Aziezi.

Diketahui, empat hakim PN Jakarta Pusat yang telah ditetapkan tersangka adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang saat ini menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut, yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto.

Suap diberikan advokat Marcella Santoso dan Ariyanto lewat panitera muda pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Diduga, transaksi suap dalam kasus tersebut mencapai Rp60 miliar.  (Tri/P-3)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |