
KETUA Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengecam serangan kelompok sipil bersenjata (KSB) yang membunuh belasan pendulang emas di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Baginya, pembunuhan terhadap warga sipil tak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
"Komnas HAM kembali mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh KSB terhadap warga sipil, kali ini terhadap pendulang emas di wilayah Yahukimo, yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun," katanya kepada Media Indonesia, Jumat (11/4).
Atnike mengatakan, pihaknya mengapresiasi rencana pemerintah yang ditelurkan lewat rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, kemarin. Diketahui, pemerintah berencana memprioritaskan upaya evakuasi bagi korban dan masyarakat terdampak di wilayah Yahukimo.
Selain itu, pemerintah pusat juga mendorong pemerintah daerah untuk memberikan pemulihan baik ekonomi dan psikososial bagi korban dan warga terdampak. Komnas HAM, lanjut Atnike, mendesak pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku.
Di sisi lain, pihaknya juga meminta agar pemerintah menjamin keselamatan warga sipil dalam melakukan aktvitas sosial ekonomi dengan mengevaluasi faktor-faktor yang mungkin menjadi pemicu eskalasi serangan KSB terhadap warga sipil, misalnya terkait aktivitas penambangan seperti di wilayah Yahukimo.
"Komnas HAM meminta semua pihak menghindari pelabelan atau stigmatisasi terhadap warga sipil yang berisiko menimbulkan kekerasan terhadap warga sipil," tambah Atnike.
Terpisah, peneliti isu Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas berpendapat, kejadian itu disebabkan oleh ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.
"Persoalan utama pada saat ini adalah tentang perebutan kuasa terhadap eksploitasi sebuah budaya alam," terangnya kepada Media Indonesia, Kamis (11/4).
Cahyo berpendapat, persoalan yang dialami orang asli Papua (OAP) selama 5-10 tahun terakhir adah perebutan ataupun eksploitasi sumber daya alam. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah, memastikan bahwa sumber daya alam di Bumi Cenderawasih dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk OAP.
"Pokoknya pengolahan sebuah budaya alam yang bersifat inklusif. Inklusif itu berarti juga melibatkan orang asli Papua, maupun kelompok adat, politik, dan saya kira inklusif termasuk OPM juga di dalamnya," kata Cahyo.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa konflik bersenjata di Papua harus dapat diselesaikan terlebih dahulu untuk menjawab persoalan ketimpangan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam hal ini, Cahyo meminta TNI/Polri dan TPNPB-OPM melakukan jeda kemanusiaan ataupun dialog. (P-4)