Kesejahteraan Masyarakat Anjlok selama Ramadan dan Idul Fitri 2025

4 days ago 3
 Kesejahteraan Masyarakat Anjlok selama Ramadan dan Idul Fitri 2025 Pengunjung memadati sky bridge menuju pusat grosir Pasar Tanah Abang, Jakarta.(Dok. MI/Usman Iskandar)

PENELITI Ekonomi Makro dan Finansial dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama berpandangan kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan selama Ramadan hingga Idul Fitri 2025. Hal ini tercermin dari data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) per Maret 2025, yang menunjukkan adanya lonjakan konsumsi rumah tangga, namun diiringi penurunan tingkat tabungan.

Secara detail hasil survei menunjukkan proporsi konsumsi terhadap pendapatan meningkat, terutama pada responden dengan pengeluaran Rp1–2 juta yang mencapai 79%. Serta, responden dengan pengeluaran di atas Rp5 juta yang naik menjadi 70,8%. Sementara itu, proporsi pendapatan yang ditabung menurun di semua kelompok pengeluaran.

Secara keseluruhan, pada Maret 2025, rata-rata proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) mencapai 75,3%, naik dari 74,7% di Februari. Rasio pembayaran cicilan atau utang terhadap pendapatan (debt to income ratio) juga naik dari 10,6% menjadi 10,8%. Sementara itu, rasio tabungan terhadap pendapatan (saving to income ratio) justru menurun dari 14,7% menjadi 13,8%.

“Data tersebut mencerminkan bahwa kesejahteraan masyarakat sudah berkurang,” ujar Riza dalam kepada Media Indonesia," Selasa (15/4).

Riza menjelaskan penurunan kesejahteraan ini juga dipengaruhi maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Situasi ini membuat masyarakat, terutama kelas menengah, terpaksa menguras tabungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu, peningkatan harga beberapa bahan pangan, biaya mudik, serta kembalinya tarif listrik ke tingkat normal sejak Maret, turut mendorong lonjakan pengeluaran rumah tangga.

“Lebaran yang jatuh pada bulan Maret, membuat pengeluaran masyarakat melonjak drastis. Akibatnya, fenomena makan tabungan semakin tinggi," jelas ekonom Indef itu.

Jika kondisi ini terus berlanjut, Riza mengingatkan perbankan dapat mengalami kekurangan likuiditas dana pihak ketiga yang biasa diputar dalam sistem keuangan. Di sisi lain, masyarakat yang kesulitan secara finansial cenderung mencari jalan pintas dengan memanfaatkan pinjaman online. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah baru seperti beban utang dan risiko gagal bayar.

Untuk meredam dampak yang lebih besar, Riza menegaskan perlunya upaya cepat dari pemerintah untuk membuka lebih banyak lapangan kerja, terutama di sektor padat karya.

“Perlu ada perbaikan di sektor bisnis agar mampu menyerap tenaga kerja dengan pendapatan yang layak,” ujarnya.

Ia menegaskan bila masalah tersebut tidak segera ditangani, maka jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran dapat terus meningkat. Pada akhirnya, beban penanganan sosial akan kembali ditanggung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Padahal kondisi APBN saat ini juga sedang tidak dalam performa terbaik," pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |