Kental Nuansa Orde Baru, Imparsial Minta Pembahasan Revisi UU TNI tidak Dilanjutkan

3 weeks ago 19
Kental Nuansa Orde Baru, Imparsial Minta Pembahasan Revisi UU TNI tidak Dilanjutkan BEM SI berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda. Salah satu tuntutan menolak revisi UU TNI(MI/Usman Iskandar)

DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra mendesak pemerintah dan DPR RI tidak melanjutkan pembahasan revisi UU TNI yang telah masuk Prolegnas Prioritas 2025. Ardi menjelaskan jika revisi UU TNI terus dilanjutkan, pemerintah dan DPR RI menuruti ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan dwifungsi ABRI (TNI).

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR RI untuk membahas Rancangan Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI). Berdasarkan draft revisi UU TNI yang diperoleh terdapat beberapa rancangan pasal yang pada intinya mengembalikan peran TNI seperti pada masa Orde Baru. Dalam draft tersebut diketahui akan memperluas penempatan TNI aktif di kementerian dan lembaga, hingga perpanjangan masa pensiun. 

Ardi menilai Presiden Prabowo ingin mengembalikan Dwifungsi ABRI/TNI melalui upaya sistematis berupa perubahan UU TNI yang selama ini ditolak oleh publik sejak Reformasi 1998. Berdasarkan draft Revisi UU TNI versi Baleg DPR RI, terdapat dua usulan perubahan yang problematik. Pertama, perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Hal tersebut dapat dilihat pada usulan perubahan Pasal 47 Ayat (2) melalui penambahan frasa “serta kementerian/ lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.

"Penambahan frasa tersebut menjadi berbahaya karena membuka tafsir yang luas untuk memberi ruang kepada prajurit TNI aktif untuk dapat ditempatkan tidak terbatas pada 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan di dalam UU TNI," kata Ardi melalui keterangannya, Rabu (19/2).

"Perubahan Pasal 47 Ayat (2) ini sebenarnya tak lain merupakan upaya Prabowo untuk melegitimasi penempatan TNI aktif yang dilakukannya secara ilegal dan bertentangan dengan UU TNI, misalnya dalam penempatan Mayjen TNI Novi Helmy sebagai Direktur Utama Perum Bulog baru-baru ini," tambahnya. 

Ia mengatakan perubahan Pasal 47 ini nantinya akan semakin merusak pola organisasi dan jenjang karir ASN karena akan semakin memberikan ruang lebih luas bagi TNI untuk masuk ke semua jabatan sipil yang tersedia. Sebelumnya, Imparsial mencatat terdapat 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada tahun 2023. Sebanyak 29 perwira aktif menduduki jabatan sipil di luar lembaga yang ditetapkan oleh Undang-Undang TNI.

"Penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait. Hal ini mengacaukan pola rekrutmen dan pembinaan karis  ASN yang seharusnya diatur ajeg dan berjenjang," katanya.

Usulan kedua, adanya penambahan usia pensiun prajurit TNI. Hal ini dapat dilihat pada usulan perubahan Pasal 53 Ayat (2) yang menambah masa usia pensiun prajurit TNI dari 58 tahun menjadi 60 tahun untuk perwira, serta dari 53 tahun menjadi 58 tahun untuk bintara dan tamtama?. 

Usulan perpanjangan masa dinas tersebut justru akan memicu inefisiensi di tubuh TNI, dapat menambah beban anggaran di sektor pertahanan, menghambat regenerasi di dalam tubuh TNI dan membuat macetnya jenjang karir dan kepangkatan yang berpotensi menyebabkan surplus perwira TNI tanpa jabatan.

"Dalam hal surplus perwira tanpa jabatan, hal ini sesungguhnya telah menjadi masalah lama di dalam TNI, dan langkah yang dilakukan sebelumnya yaitu dengan mengkaryakan mereka di luar instansi militer seperti pada jabatan sipil justru hanya memunculkan masalah baru," katanya.

Kekhawatiran lain yang muncul, kata Ardi, terkati pasal 53 Ayat (3), yang memungkinkan perpanjangan masa jabatan bagi perwira tinggi bintang empat berdasarkan keputusan Presiden?. Pasal ini berpotensi menjadi alat politisasi militer dan membuka peluang bagi pejabat militer untuk digunakan dalam agenda politik kekuasaan. 

"Mengingat bahwa Prabowo Subianto memiliki latar belakang militer, langkah ini semakin memperkuat dugaan bahwa revisi UU TNI didorong oleh kepentingan elit tertentu, bukan demi profesionalisme TNI," katanya.

Ardi menilai jika revisi ini tetap dipaksakan, maka Indonesia akan menghadapi ancaman kembalinya dominasi militer dalam politik dan pemerintahan, yang bertentangan dengan cita-cita reformasi. Ia berharap DPR tidak tunduk pada tekanan eksekutif dan lebih mengedepankan prinsip demokrasi serta kepentingan rakyat.

"Lebih baik DPR dan Pemerintah memfokuskan pada mendorong agenda reformasi TNI yang tertunda, seperti membentuk UU Tugas Perbantuan, reformasi sistem peradilan militer dan restrukturisasi komando teritorial (Koter), serta melakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan tugas pokok TNI," katanya. (M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |