
KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) angkat bicara mengenai langkah Polres Metro Jakarta Timur yang melarang organisasi kemasyarakatan (ormas) melakukan penjagaan terhadap lahan-lahan yang masih berstatus sengketa.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis menjelaskan, tanggung jawab utama dalam menjaga dan mengamankan lahan berada di tangan pemilik lahan itu sendiri, bukan pihak lain.
"Kewajiban untuk menjaga lahan atau tanah masing-masing itu kan adalah kewajiban si pemilik tanah," tegasnya kepada Media Indonesia, Kamis (15/5).
Harison menuturkan dalam proses pendaftaran tanah dikenal dua bentuk penguasaan. Yakni, penguasaan yuridis melalui dokumen atau surat-surat yang menjadi dasar penerbitan sertifikat, dan penguasaan fisik berupa pengelolaan langsung atas tanah tersebut.
Lebih lanjut, dia menambahkan, penguasaan fisik terhadap tanah dapat ditunjukkan dengan kegiatan pengelolaan, atau setidaknya dengan menjaga batas-batas lahan agar tidak diserobot oleh pihak lain.
Namun demikian, Harison menegaskan bukan wewenang ATR/BPN untuk menentukan siapa yang ditunjuk oleh pemilik lahan dalam menjaga aset tersebut.
"ATR/BPN tidak memiliki otoritas untuk menyatakan siapa yang boleh atau tidak boleh menjaga lahan, karena itu merupakan ranah pemilik," imbuhnya
Kendati, dalam konteks perlindungan dan pengamanan hak atas tanah, Harison mengatakan setiap individu atau badan hukum yang memiliki tanah wajib menjaga dan menguasai lahannya serta mengurus seluruh dokumen hukum yang berkaitan, termasuk sertifikat hak atas tanah. (E-4)