
KASUS pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad terhadap seorang keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tidak hanya menjadi kasus kriminal. Kasus PPDS Unpad itu harus menjadi pengingat sistemik bahwa di balik kekerasan dan penyalahgunaan wewenang, ada kerapuhan tata kelola yang dibiarkan terlalu lama.
Pengamat Manajemen Kesehatan Puspita Wijayanti mengatakan pembenahan yang dibutuhkan bukan hanya menyasar individu pelaku, tetapi struktur, sistem, dan kultur kelembagaan.
"Saya merekomendasikan penguatan tata kelola obat berisiko tinggi seperti implementasi sistem distribusi berbasis teknologi untuk obat-obatan anestesi dan high alert lainnya. Pengawasan harus menjadi bagian dari budaya, bukan sekadar formalitas akreditasi," kata Puspita, Sabtu (12/4).
Penegasan status peserta didik dalam sistem SDM rumah sakit. Peserta PPDS wajib diintegrasikan dalam struktur SDM terbimbing, dengan hak dan batasan akses yang disesuaikan dengan level kompetensi. Setiap tindakan medis harus berada dalam kerangka otorisasi dan supervisi.
"Kemudian pemantauan kesehatan jiwa yang berkelanjutan karena institusi pendidikan dan rumah sakit harus membentuk sistem pemantauan psikososial aktif, bukan sekadar tes kejiwaan saat masuk," ujarnya.
Sehingga perlu ada evaluasi berkala, ruang aman untuk melapor, dan pelatihan kesehatan mental harus menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi pendidikan dokter.
"Kolaborasi regulatif antar kementerian dan lembaga profesi, mulai dari Kementerian Kesehatan, institusi pendidikan kedokteran, organisasi profesi, serta lembaga akreditasi perlu bersinergi dalam menyusun pedoman bersama untuk menjembatani fungsi pelayanan dan pendidikan di rumah sakit, agar tidak lagi terjadi zona abu-abu yang penuh risiko," pungkasnya. (H-3)