Jelang Ramadan, Mesjid Kuno di Pedalaman Aceh Besolek Indah Menyambut Jemaah

3 weeks ago 17
Jelang Ramadan, Mesjid Kuno di Pedalaman Aceh Besolek Indah Menyambut Jemaah Masjid Tuha atau Masjid Kuno di Kemukiman Mangki, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, yang tidak diketahui banyal orang.(MI/Amiruddin Abdullah Reubee)

MASJID Tuha atau Masjid Kuno di Kemukiman Mangki, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, jarang diketahui orang. Letak masjid berusia sekitar 300 tahun itu agak tersembunyi atau jauh dari jalan raya.

Keberadaannya jauh dari hiruk-pikuk Kota Sigli, Ibu Kota Kabupaten Pidie. Lokasi geografisnya berada di sekitar 5 km sebelah selatan perairan Selat Malaka, 7 km arah timur Kota Sigli dan sekitar 130 km timur Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh. 

Lalu jauh dari keramaian penduduk Gampong (Desa) Padang atau harus menyusuri lorong selebar 3 meter dan masuk kawasan hutan pepohonan nan rimbun persis di pinggiran sawah luas membentang. 

Tidak ada nama khusus tempat ibadah ini, kecuali warga sekitar menyebutnya Masjid Tuha karena sudah berusia ratusan tahun silam yang diperkirakan dibangun antara abad ke-17 atau 18 Masehi. 

Menjelang memasuki bulan Ramadan 1446 H/2025 M, di masjid penuh sejarah tersebut masyarakat Kemukiman Mangki, Kecamatan Simpang Tiga, semakin rajin bergotong royong. Lalu membenahi bagian dalam dan membersihkan pekarangan termasuk depersoleh halaman dengan menata taman bunga. 

"Ini dalam rangka menyambut bulan Ramadan dan sebagaimana sudah berlangsung tiga tahun terakhir, setiap menggelar salat jemaah tarawih. Ada juga berbuka bersama sesama jemaah dan tadarus Al-Quran hingga menjelang waktu sahur," tutur Musallamina, tokoh masyarakat Kecamatan Simpang Tiga, kepada Media Indonesia, Kamis (20/2). 

Zaman dulu masjid ini bekontruksi kayu terukir berarsitektur klasik. Sempat tidak aktif lagi sejak sekitar tahun 1970-an setelah dibangun masjid baru di pinggir jalan raya berkisar 200 meter sebelah timur. 

Sejak 20 Januari 2020, masjid itu baru dibangun kembali dengan konstruksi beton model minimalis. Mussalamina yang juga Sekretaris Dinan Perumahan Rakyat dan Permukiman Kabupaten Pidie itu merancang kembali model terbaru yang tampak tinggi perkasa dan kokoh. 

Menariknya masjid mungil berkapasitas sekitar 50 jemaah tersebut kini dibenahi dengan cukup mewah dan indah bak istana kecil. Misalnya, sudah tiga pekan terakhir dipasang ambal atau permadani produk Turki seharga Rp1.700.000/meter. Lalu menggunakan lampu hias di bawah kubah mirip istana raja. 

Belum lagi lampu tempat mihrab atau persis dibagian atas posisi berdiri imam salat, cukup menakjubkan. Aksesoris itu juga  produk negara-negara Arab seperti Maroko atau Turki yang kualitas dan keindahannya sesuai harga. 

"Aksesoris dan ambal permadani produk luar negeri ini kami pesan khusus melalui dealer. Keindahan ini untuk kepuasan donatur dan kenyamanan jemaah saat beribadah," kata Musallamina yang juga Insinyur Teknik Sipil jebolan USK Banda Aceh. 

Dikatakannya, meski kaya kemewahan dan kemolekan bak putri di tepi sawah, masjid milik masyarakat Mangki itu bukan bukan untuk salat jumat. Tapi bisa digunakan untuk iktikaf, salat berjemaah dan agenda bulan ramadan.

Paling penting telah merangkul para anak muda pedalaman itu untuk menyukai dan cinta masjid. Paling kurang generasi penerus nanti rajin salat berjemaah dan cinta bulan Ramadan penuh berkah. 

Usman, 75, tetua Kemukiman Mangki menuturkan, semasa remajanya masjid kuno itu dibangun sengaja jauh dar hiruk-pikuk dan persis dikelilingi hutan perkapungan dan pinggir sawah, agar tidak terdeteksi kafir penjajah kolonial Belanda. Ini juga supaya para tokoh, ulama dan pejuang bangsa tidak mengganggu kenyamanan beribadah dari kaum kolonial Belanda. 

Dulu di Masjid Tuha berkonstruksi dinding papan dan tiang terbuat dari pohon-pohon bermutu itu setiap Ramadan dijadikan sebagai tempat ibadah suluk. Itu dilakukan setiap musim bulan puasa. 

"Sebelum masjid ini dipugar bekontruksi beton, sekitar empat tahun lalu orang-orang sekitar sering melihat seperti ada orang suluk di tengah kegelapan malam. Bahkan mendengar sayup-sayup suara orang berzikir dan bertahmid di kegelapan sunyi," tutur warga lainnya. 

Sebagian masyarakat setempat berharap masjid kono yang sudah dipugar kembali dalam bentuk 8 sengi dan tinggi sekitar 9 meter itu dapat dihidupkan kembali suasan beribadah. Paling penting selama bulan Ramadan, meskipun tidak lagi jemaah suluk. (MR/E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |