
Pakar kesehatan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) DKI Jakarta Ida Gunawan mengingatkan umat muslim untuk tidak berbuka puasa dengan mengonsumsi gorengan. Masyarakat dianjurkan untuk memilih takjil yang tidak tinggi lemak.
"Saat berpuasa, setelah tidak makan dan minum kira-kira hampir 14 jam, kondisi tenggorokan sangat kering. Oleh karena itu, tak disarankan berbuka puasa dengan sesuatu yang kering dan tinggi lemak. Kalaupun setelah minum, ingin menyantap gorengan, maka tak lebih dari satu porsi atau satu potong," ujar Ida, Kamis (6/3).
Ida mengatakan makanan yang digoreng banyak mengandung lemak trans. Lemak tersebut tak bagus bagi kesehatan tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kebutuhan atau penggunaan lemak trans hanya diizinkan kurang dari satu persen atau artinya harus sesedikit mungkin.
Jika seseorang mengonsumsi 2.000 kalori sehari, lemak trans hanya diizinkan kira-kira 2,5 gram dalam sehari dan ini setara dengan setengah sendok teh.
"Anggaplah gorengan itu menggunakan setengah sendok teh, jadi kurang lebih diizinkan hanya satu potong atau satu porsi saja," jelas Ida.
Kementerian Kesehatan menyatakan konsumsi lemak trans secara signifikan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan berkontribusi terhadap sekitar 500.000 kematian akibat penyakit jantung koroner secara global setiap tahunnya. Kadar lemak trans yang tinggi terdapat pada produk makanan ringan yang populer dan banyak dikonsumsi, seperti biskuit, wafer, produk roti, dan jajanan kaki lima seperti martabak.
Konsentrasi lemak trans tertinggi terdapat pada campuran margarin dan mentega, yaitu 10 kali lebih tinggi dari batas yang direkomendasikan WHO. (Ant/E-3)