
KETEGANGAN perdagangan global kembali meningkat usai Amerika Serikat mengumumkan kenaikan tarif impor atas sejumlah komoditas strategis. Salah satu perusahaan baja swasta terbesar di Indonesia, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) menilai, kondisi itu berpotensi dapat berdampak serius terhadap industri baja dalam negeri.
Mencermati dinamika tersebut, dikhawatirkan kebijakan Negeri Paman Sam dapat memicu pergeseran signifikan dalam arus perdagangan global, yang akhirnya memberi tekanan baru pada pasar dalam negeri.
Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi Tbk Fedaus mengatakan potensi membanjirnya produk baja impor dengan harga murah ke pasar Indonesia bukan sekadar ancaman jangka pendek.
"Ini soal dampak jangka panjang terhadap kapasitas industri nasional yang sedang membangun daya saing. Kalangan industri seperti kami amat berharap, kita semua tidak membiarkan pasar domestik dibanjiri produk impor tanpa kendali," jelasnya.
Itu sebabnya, kata dia, dalam situasi global yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, keberadaan kebijakan perlindungan industri strategis menjadi semakin relevan.
Menurutnya, keberlangsungan industri baja yang menjadi tulang punggung berbagai sektor pembangunan nasional, perlu dijaga melalui kebijakan terukur dan berbasis bukti.
"Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta ketentuan dalam program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) bukan hanya soal administratif. Ketiganya instrumen penting untuk memastikan produk yang digunakan di berbagai proyek sesuai standar mutu dan melibatkan kapasitas industri lokal," ujar Fedaus.
Dia menekankan proyek-proyek yang menggunakan baja sesuai dengan SNI dan memiliki nilai TKDN yang sesuai dengan peraturan, secara langsung berkontribusi terhadap keberlanjutan industri baja nasional.
"Di tengah ketatnya persaingan global, perlindungan berbasis regulasi ini menciptakan ruang tumbuh bagi kalangan produsen lokal untuk terus meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan inovasi," katanya.
Lebih lanjut, dia mendorong penguatan pengawasan impor dan penerapan langkah antisipatif terhadap praktik dumping. Menurutnya, perlindungan pasar tidak bisa hanya dilakukan saat krisis datang, melainkan harus menjadi bagian dari kebijakan industri nasional yang berkelanjutan.
"Kita perlu sistem tata niaga baja adaptif dan berpihak pada kekuatan domestik. Jika harus dilakukan impor, harus dilakukan secara selektif dan dengan perhitungan yang matang," katanya.
Untuk menghadapi tekanan dari luar, dia menekankan kolaborasi antara pemangku kepentingan dalam negeri menjadi kunci. Pemerintah, pelaku industri, asosiasi, serta sektor pengguna baja seperti konstruksi dan manufaktur harus membangun sinergi kuat untuk mempertahankan ekosistem industri baja nasional.
"Industri ini tidak bisa berjalan sendiri. Kita butuh visi bersama dan dukungan nyata seluruh pihak agar baja nasional tetap menjadi fondasi penting pembangunan negeri ini, tidak hanya hari ini, tapi juga dalam jangka panjang," tutupnya. (Ant/E-2)