
PERHIMPUNAN Dokter Hipertensi Indonesia (INASH) menyatakan hipertensi dapat memicu terjadinya preeklamsia pada ibu hamil selama masa kehamilan sehingga hal itu perlu dicegah agar tak menimbulkan kematian.
"Preeklamsia berdampak besar terhadap kesehatan ibu dan bayi di masa depan kehidupannya," kata Ketua Panitia dan Ketua Umum Tim Buku Panduan Penatalaksanaan Hipertensi Peripartum 2025 Dr Ni Made Hustini Sp P D Subsp GH(K), di Jakarta, Jumat (21/2).
Mengutip laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), wanita yang akrab disapa Dokter Kum itu mengatakan sekitar 80% kematian pada ibu yang diklasifikasikan sebagai kematian langsung terkait kehamilan, disebabkan lima hal yaitu pendarahan postpartum (25%), preeklamsia dan eklamsia (20%), abortus (13%) dan penyebab lainnya (7%).
Preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu tertinggi di Indonesia. Prevalensi global hipertensi dalam kehamilan diperkirakan 10-15%, sedangkan preeklamsia memengaruhi 2-8% dari semua kehamilan.
Dokter Kum menjelaskan hipertensi selama periode kehamilan berkaitan erat dengan luaran kelahiran yang buruk, termasuk gangguan fungsi organ baik pada gangguan ginjal, gagal jantung hingga endema paru serta memicu sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet Count (HELLP).
Selain itu, gangguan aliran darah ke plasenta akibat tekanan darah yang tinggi pada ibu dapat mengurangi suplai oksigen dan nutrisi ke janin, sehingga berisiko mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelahiran prematur.
Pada kesehatan ibu, hipertensi bisa membuat perempuan terkena penyakit kardiovaskular, hipertensi kronik, penyakit jantung koroner, gagal jantung, demensia vaskular, stroke hingga hipotiroidisme.
"Ini mencerminkan upaya penanggulangan hipertensi peripartum merupakan pengelolaan yang kompleks dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Untuk itu, pemahaman pada kompleksitas kelainan ini, keseragaman diagnosis, juga tatalaksana hipertensi dalam kehamilan sangat diperlukan untuk optimalisasi luaran akibat hipertensi dalam kehamilan," katanya.
Atas dasar tersebut, INASH bersama sejumlah pakar keilmuan lainnya meluncurkan buku Konsensus INASH 2025 mengenai penatalaksanaan hipertensi pada periode peripartum 2025.
Konsensus itu menggarisbawahi upaya meningkatkan pengetahuan dan wawasan tenaga kesehatan atas bahaya hipertensi peripartum dengan berbagai konsekuensi terhadap kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan dan juga dampak panjangnya.
Dokter Kum turut menyampaikan INASH menggelar The 19th Annual Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertensionn (INASH) 2025 pada 21-23 Februari 2025 di Jakarta bertema Hypertension Control and Prevention of Cerebro-Cardio-Renovascular Disease trough Multidiciplinary Collaboration.
Sekjen INASH Dr BRM Ario Soeryo Kuncoro Sp JP(K) FIHA menambahkan penyakit hipertensi saat ini jadi permasalahan baru bagi kesehatan para remaja yang tidak menjalani pola hidup sehat.
Peningkatan angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja di Indonesia, terutamanya disebabkan beberapa faktor seperti obesitas, anak kurang aktivitas fisik, terlalu banyak menghabiskan waktu bermain gawai, serta asupan makanan tinggi kalori dan garam.
Pada remaja, beberapa faktor tambahan yang memicu hipertensi seperti mengonsumsi minuman mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok, stres secara mental dan kurang tidur.
"Jika saat usia muda sudah terkena hipertensi, sampai dewasa mereka akan menjalani hidup dengan pengobatan hipertensi serta memperbesar risiko penyakit kardiovaskular pada masa dewasa," ujar Ario.
Ketua INASH dr Eka Harmeiwaty SpN menyebutkan agar tidak terkena hipertensi, masyarakat disarankan mulai mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, membatasi asupan garam, dan rajin mengukur tensi darahnya setiap hari.
"Skrining hipertensi perlu digalakkan dalam menemukan kasus hipertensi lebih dini, sehingga dapat dilakukan pengobatan paling tepat dan membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat," pungkasnya. (Ant/H-2)