
ORGANISASI masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu Jaya (GRIB Jaya) angkat bicara soal penangkapan 17 orang oleh Polda Metro Jaya, yang 11 di antaranya disebut sebagai anggota GRIB Jaya.
Penangkapan tersebut berkaitan dengan dugaan pendudukan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) seluas 127.780 meter persegi di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten. Dalam kasus itu, sejumlah pihak menuding GRIB Jaya terlibat praktik premanisme
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa GRIB Jaya tidak pernah menguasai atau mengambil alih lahan tersebut.
"Kehadiran GRIB Jaya di lokasi semata-mata dalam kapasitas sebagai pendamping hukum dan advokasi, atas permintaan resmi dari para ahli waris yang merasa haknya telah dirampas dan diabaikan oleh institusi negara," kata Wilson Colling dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Minggu (25/5).
"GRIB Jaya menerima kuasa hukum dari para ahli waris pada tahun 2024, setelah mereka selama bertahun-tahun berjuang sendiri dan berganti-ganti pengacara tanpa hasil yang berpihak pada keadilan," sambungnya.
Lebih lanjut, Wilson mengatakan kehadiran GRIB Jaya karena adanya permohonan resmi dari ahli waris kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GRIB Jaya untuk mendampingi dan membela mereka dalam sengketa yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade tersebut.
Wilson mengeklaim bahwa GRIB Jaya selalu berpihak kepada rakyat kecil dan korban ketidakadilan dan bukan untuk mengambil keuntungan atau melakukan penguasaan lahan seperti yang dituduhkan.
"Laporan yang dilayangkan BMKG ke Polda Metro Jaya kami nilai sebagai bentuk pembohongan publik dan upaya melarikan diri dari tanggung jawab mereka terhadap para ahli waris yang secara turun-temurun telah menempati lahan tersebut dan memiliki bukti kepemilikan berupa girik," ungkapnya.
Wilson mengatakan pihaknya meminta dengan hormat kepada Polda Metro Jaya untuk bersikap netral, profesional, dan tidak terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
"Kami juga menyesalkan adanya upaya framing negatif terhadap keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas), termasuk GRIB Jaya, yang belakangan ini digoreng secara massif dengan narasi ‘premanisme’," jelasnya.
"Kami melihat bahwa isu ormas dan premanisme saat ini tengah dimanfaatkan oleh sejumlah oknum sebagai alat untuk memaksakan kehendak dan membungkam suara rakyat yang memperjuangkan haknya. Dalam konteks kasus ini, stigma tersebut sengaja diarahkan untuk melemahkan posisi hukum dan moral para ahli waris serta membunuh karakter GRIB Jaya sebagai pembela masyarakat kecil," sambungnya.
Kronologi Penangkapan
Polisi menangkap 17 orang yang diduga terlibat dalam pendudukan lahan milik BMKG di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten.
"Kami mengamankan 17 orang, 11 diantaranya adalah oknum dari ormas GJ, kemudian 6 diantaranya adalah oknum yang mengaku sebagai ahli waris di tanah ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dikutip Minggu (25/5).
Ade Ary menambahkan bahwa polisi juga telah mengamankan sejumlah barang bukti, seperti rekap karcis parkir, atribut ormas GRIB Jaya, dan beberapa senjata tajam.
Kasus ini mencuat setelah BMKG secara resmi melaporkan pendudukan lahan tersebut kepada pihak berwenang. Melalui surat laporan bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025, BMKG meminta bantuan pengamanan atas aset negara berupa tanah seluas 127.780 meter persegi.
"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap Ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," ungkap Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana di Jakarta, Selasa (20/5).
Tak hanya itu, Taufan mengungkapkan bahwa adanya gangguan yang menyebabkan terhambatnya pembangunan Gedung Arsip BMKG.
Gangguan tersebut berupa pekerja yang diintimidasi, papan proyek ditutupi dengan bertuliskan Tanah Milik Ahli Waris, alat berat dipaksa keluar dari lokasi pembangunan gedung hingga massa yang mengklaim sebagai ahli waris sering menghentikan aktivitas pembangunan gedung.
Lahan Disewakan
Pihak kepolisian juga mengungkap bahwa selama kurang lebih tiga tahun, lahan tersebut diduga telah digunakan untuk kegiatan komersial oleh pihak GRIB Jaya.
"Ada beberapa event juga, seperti pasar malam dan lain sebagainya disitu. Iya, kicau burung juga," kata Ade Ary.
Ade Ary juga menjelaskan bahwa lahan itu disewakan ke sejumlah pedagang oleh anggota GRIB Jaya dengan mematok harga bervariatif. Mulai dari Rp3,5 juta per bulan hingga Rp22 juta.
"Pengusaha pecel lele dipungut Rp3,5 juta per bulan. Kemudian dari pengusaha pedagang hewan kurban, itu telah dipungut Rp22 juta," ujarnya. (Ant/P-4)