
DEWAN Eksekutif UNESCO secara resmi menetapkan Geopark Meratus, Kalimantan Selatan menjadi bagian UNESCO Global Geoparks (UGGs), pada Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 di Paris, Perancis. Sidang itu telah berlangsung sejak 2 April 2025 dan akan ditutup esok.
Sebelumnya, 58 negara anggota Dewan Eksekutif UNESCO, termasuk Indonesia, secara konsensus menyetujui 16 usulan Geopark baru yang dinominasikan UNESCO Global Geoparks Council pada Sidang Konsil Geopark UNESCO pada September dan Desember 2024 lalu. Pada September itu pula, Geopark Kebumen, Jawa Tengah, resmi ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp).
Geopark lain yang masuk dalam nominasi, berasal 11 negara, yaitu RRT (Geopark Kanbula dan Geopark Yunyang), Republik Demokratik Rakyat Korea (Mt. Paektu), Ekuador (Napo Sumaco dan Tungurahua), Indonesia (Kebumen dan Meratus), Italia (Mur), Norwegia (Fjord Coast), Republik Korea (Danyang dan Gyeongbuk), Saudi Arabia (Salma dan North Riyadh), Spanyol (Costa Quebrada), Inggris (Arran), dan Viet Nam (Lang Son).
Saat ini jumlah geopark Indonesia dalam daftar UNESGO Global Geoparks sebanyak 12. Meliputi Geopark Batur, Geopark Belitong, Geopark Ciletuh, Geopak Gunung Sewu, Geopark Itjen, Geopark Maros Pangkep, Geopark Merangin Jambi, Geopark Raja Ampat, Geopark Rinjani Lombok, dan Geopark Kaldera Toba telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark.
Mohamad Oemar, selaku Ketua Delegasi RI untuk Sidang Dewan Eksekutif UNESCO sesi ke-221 menyampaikan bahwa status UNESCO Global Geoparks yang diemban ke-12 geopark Indonesia tersebut mengandung makna tanggung jawab untuk melestarikan, mengelola secara berkelanjutan, serta mempromosikan kekayaan geologis dan budaya yang dimiliki.
Oemar yang merupakan Duta Besar Indonesia untuk Prancis dan Delegasi Tetap Indonesia untuk UNESCO, menegaskan bahwa pengakuan UNESCO ini merupakan bukti nyata kontribusi Indonesia dalam menjaga warisan bumi yang bernilai universal, sekaligus membawa amanah untuk memperkuat komitmen Indonesia untuk perlindungan alam, pemberdayaan masyarakat lokal, dan edukasi global.
Ketua Harian Geopark Meratus, Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana menyebut penetapan ini sebagai fase baru untuk Kalsel. Dengan disetujuinya Geopark Meratus sebagai Unesco Global Geopark, pariwisata daerah seharusnya menjadi lebih terbuka dengan menjadi bagian dari jejaring dunia. Juga perspektif baru pemanfaatan kekayaan alam dan budaya yang lebih berkelanjutan.
Jangan Sisihkan Masyarakat Adat
Di sisi lain, M Jefry Raharja, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel, Rabu (16/4) menegaskan bahwa status UNESCO Global Geoparks yang telah didapat Geopark Meratus, jangan sampai menjadi langkah yang akan semakin menyisihkan masyarakat lokal maupun masyarakat adat. Kedua kelompok masyarakat ini sudah sejak lama mengelola sumber daya alam dan lingkungan Meratus.
Ia juga menekankan agar status baru itu jangan dimanfaatkan untuk tameng eksploitasi. "Penetapan ini juga jangan sampai hanya menjadi tameng eksploitasi yang sebenarnya terjadi di kawasan pegunungan Meratus. Walhi menilai upaya memasukan investasi kapitalistik masih menjadi pilihan yang menjadi prioritas pemerintah,” tuturnya.
Walhi meminta agar masyarakat dapat dilibatkan penuh dalam seluruh rangkaian pengelolaan sumber daya alam baik dalam perencanaan hingga penetapannya. “Jangan sampai masyarakat hanya menjadi penonton di tanah mereka sendiri, apalagi hanya mendapatkan dampak buruk dari kebijakan pemerintah," tutup Jerfry. (M-1)