Fosil Semut Berusia 113 Juta Tahun Ditemukan di Brasil, Bukti Baru Kehidupan Zaman Kapur

7 hours ago 6
Fosil Semut Berusia 113 Juta Tahun Ditemukan di Brasil, Bukti Baru Kehidupan Zaman Kapur Fosil semut tertua(Dok. Current Biology)

Penemuan fosil semut tertua yang pernah ada mengungkap rahang berbentuk sabit yang menghadap ke depan, digunakan untuk berburu mangsa, dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Current Biology. Fosil ini, berusia sekitar 113 juta tahun, merupakan spesimen semut tertua yang tercatat oleh sains.

Fosil tersebut ditemukan dalam batu kapur di Brasil timur laut dan mewakili genus baru dari subfamili semut "hell ant" atau semut neraka, yang dikenal dengan nama ilmiah Haidomyrmecinae. Semut neraka ini hidup pada periode Kapur yang berakhir sekitar 66 juta tahun lalu, bersamaan dengan kepunahan massal yang menghapuskan sebagian besar kehidupan di Bumi.

Semut modern saat ini adalah salah satu kelompok hewan paling dominan di dunia, dengan lebih dari 17.000 spesies tersebar di seluruh benua, kecuali Antartika. Para ilmuwan percaya semut berevolusi dari garis keturunan yang sama dengan tawon, dan selama periode Kapur, tubuh semut mengalami perubahan besar menjadi lebih mirip semut seperti yang kita kenal sekarang, dengan tubuh bagian tengah (toraks) yang lebih kecil dan kelenjar khusus yang hanya dimiliki semut.

Fosil baru ini berasal dari koleksi serangga yang ditemukan di Formasi Crato, sebuah kawasan batuan kaya fosil, dan saat ini disimpan di Museum Zoologi Universitas São Paulo. Menggunakan teknologi pencitraan 3D, tim peneliti dapat mempelajari struktur fosil yang sangat terawetkan ini dan menentukan posisinya dalam pohon evolusi semut.

Penemuan Mengejutkan tentang Semut Neraka

"Saya tidak percaya bisa menemukan sesuatu seperti ini," kata Anderson Lepeco, ahli entomologi dari Museum Zoologi Universitas São Paulo dan penulis utama penelitian tersebut. "Sebelumnya, belum ada bukti pasti bahwa semut ada di koleksi ini, dan sekarang kami menemukan satu spesimen yang sangat lengkap."

Lepeco menjelaskan bahwa semut terbang ini kemungkinan terbawa angin, jatuh ke danau, dan terkubur oleh endapan selama jutaan tahun, yang menyebabkan fosil ini terawetkan dengan sempurna.

Fosil semut neraka ini menunjukkan bahwa semut pada masa awal sudah mengembangkan strategi berburu yang canggih. Rahang yang unik, dipasangkan dengan tanduk di kepala, kemungkinan besar digunakan untuk menjepit atau menusuk serangga lain sebelum memakannya. Strategi ini memungkinkan mereka memangsa mangsa yang cukup besar.

"Rahang ini sangat unik, dan tidak ada yang serupa pada serangga hidup saat ini," ujar Lepeco. "Ada spekulasi bahwa semut neraka mungkin menggunakan rahang mereka untuk mengambil nektar atau tetesan air untuk memberi makan larva, namun teori yang lebih kuat menyatakan bahwa mereka menggunakannya untuk menangkap atau menusuk mangsa."

Penemuan fosil semut neraka di Myanmar yang menjepit serangga lain dengan rahangnya juga memberikan bukti lebih lanjut tentang cara berburu semut neraka ini.

Fosil baru ini juga menjadi bukti pertama keberadaan semut neraka di Gondwana, superbenua purba di belahan Bumi selatan, sementara fosil semut neraka sebelumnya ditemukan di Myanmar, Kanada, dan Prancis, yang dulunya merupakan bagian dari superbenua Laurasia di belahan Bumi utara.

Kepunahan Semut Neraka

Selama periode Kapur, semut berkembang pesat dalam berbagai bentuk dan fungsi, namun garis keturunan semut neraka akhirnya punah sekitar 66 juta tahun lalu, bersamaan dengan peristiwa kepunahan massal K-Pg. Peristiwa ini menghapuskan sekitar 76% kehidupan di Bumi.

"Semut neraka menghilang dari catatan fosil sekitar 78 juta tahun lalu, dan tidak ditemukan di deposit fosil yang dekat dengan batas kepunahan K-Pg," kata Entomolog dari Okinawa Institute of Science and Technology, Christine Sosiak.

"Kemungkinan mereka punah saat peristiwa K-Pg, namun ada kemungkinan mereka sudah punah sebelum itu. Masa Kapur adalah periode penuh perubahan ekologi dan iklim."

Marek Borowiec, entomolog dari Colorado State University, berpendapat bahwa preferensi makan yang sangat khusus mungkin menjadi alasan punahnya semut neraka.

"Jika mereka hanya bisa memangsa jenis mangsa tertentu, ini membatasi kemampuan mereka untuk beradaptasi dan bertahan hidup jika mangsa tersebut hilang."

Fosil semut neraka ini merupakan penemuan penting dalam memahami sejarah serangga purba, membuka titik data baru untuk melacak kapan dan bagaimana karakteristik tertentu pada semut dan tawon berevolusi. "Fosil baru ini semakin memperkuat pola evolusi semut neraka yang pernah sukses dan beragam di tiga benua selama lebih dari 20 juta tahun," ujar Sosiak.

Fosil ini juga memberi gambaran yang lebih kompleks tentang dunia pada masa dinosaurus. "Dunia dinosaurus bukan hanya diisi oleh reptil besar, tetapi juga oleh serangga luar biasa seperti semut neraka, yang memiliki perilaku dan anatomi sangat spesifik," kata Lepeco.

Penemuan ini memperkaya pengetahuan kita tentang keanekaragaman hidup di era prasejarah dan mengungkapkan bagaimana ekosistem masa lalu, yang penuh dengan makhluk asing seperti semut neraka, mungkin berfungsi dalam keseimbangan dengan dinosaurus. (National Geographic/Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |