
BMKG menyebut ada setidaknya 18 daerah yang pesisirnya berpotensi mengalami banjir rob di bulan Maret 2025 atau di awal Ramadan. Adanya fenomena bulan baru dan super new moon berpotensi meningkatkan ketinggian air laut. Sehingga banjir rob di pesisir berpotensi terjadi.
"Fenomena bulan baru akan hadir di tanggal 28 Februari 2025, dan super new moon pada tanggal 29 Maret berpotensi meningkatkan ketinggian air laut yang bisa menyebabkan masuk ke daratan di sekitar pesisir kita," kata Direktur Meteorologi Maritim, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Eko Prasetyo dalam webinar Denpasar 12 pada Rabu (26/1).
Pada awal bulan puasa tahun ini atau di akhir Februari ada 18 daerah yang sudah dipetakan berpotensi terdampak rob antara lain Pesisir Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Banten, Jakarta, Jawa Barat Jawa Tengah, Jawa Timur.
Selanjut yakni Pesisir Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan tengah Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Selatan. Setiap daerah bisa 3-4 lokasi pesisir yang terdampak banjir rob tersebut.
"Waktunya pun tidak bersamaan. Perlu kita siapkan penggencaran penyebarluasan informasi peningkatan ini, potensi banjir rob kepada masyarakat. Ini sudah kami sampaikan ke semua pihak terkait diharapkan ada respon yang baik untuk menyiapkan diri sehingga ancaman atau potensi banjir rob ini tidak terlalu merugikan masyarakat," jelasnya.
Banjir rob tidak harus diawali dengan hujan lebat dan murni astronomis. Sehingga bisa diprediksi jauh-jauh hari dan banjir rob rentan sekali untuk wilayah pesisir yang utamanya yang punya morfologi landai. Bahkan padat penduduk, ini dampaknya bisa lebih luas.
"Di antara penyebab dari banjir rob utamanya adalah faktor astronomi. Pasang surut di setiap daerah tidak sama, ada yang satu kali pasang surut, atau dua kali pasang surut maka tidak sama. Dampaknya banjir rob tidak sama di setiap daerah, waktunya pun tidak sama," jelasnya.
Kemudian ada lagi faktor meteorologi. Jika ada angin kencang di lautan menuju ke daratan bisa mendorong air laut masuk ke daratan. Ini biasanya sifatnya berlanjut dan butuh waktu hingga satu bulan
Kemudian topografi Indonesia, jika lingkungan sudah terdampak terhadap subsidence atau penurunan tanah, maka harus bersiap agar banjir rob terjadi di lingkungan.
"Langkah-langkah ini sudah banyak sekali penelitian, diskusi ya. Termasuk langkah-langkah antisipatifnya, termasuk langkah-langkah pencegahannya, ini sudah ada. Sekali lagi, memang saat ini masih dinilai masih high cost," tegasnya.
Sehingga perlu langkah lain yang mungkin bisa lebih ramah terhadap pembiayaan penanggulangan.
Di kesempatan yang sama, Deputi bidang sistem dan strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan ada teknologi yang sudah bisa pahami dalam penanggulangan naiknya permukaan air.
"Menjadi penting harus ada komitmen, dan selain itu juga mitigasi infrastruktur sangat penting, tapi kadang kala itu akan memakan biaya yang cukup tinggi," ucapnya.
"Jadi harus kita betul-betul petakan situasi geografis kita, dan jangan sampai kita baru tahu setelah kejadian, jadi harus kita ada upayakan potensi risikonya supaya kita bisa lebih baik," pungkasnya. (H-3)