
SEBANYAK 53 orng tewas akibah wabah misterius di Kongo. Terdapat 431 kasus telah dilaporkan sejak Januari yang melibatkan individu yang mengalami demam, muntah, diare, nyeri otot, sakit kepala, dan kelelahan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut penyakit tersebut sebagai ancaman kesehatan masyarakat yang signifikan. "Wabah tersebut, yang telah menyebabkan peningkatan kasus dengan cepat dalam beberapa hari, menimbulkan ancaman kesehatan masyarakat yang signifikan. Penyebab pastinya masih belum diketahui," kata juru bicara WHO, Tarik Jašarevi, dalam sebuah pengarahan dikutip dari The Guardian.
Dari laporan WHO, penyelidik melacak asal wabah tersebut ke Desa Boloko, tempat tiga anak di bawah usia 5 tahun meninggal setelah dilaporkan memakan bangkai kelelawar.
Selain gejala-gejala lain yang dilaporkan, ketiga anak tersebut mengalami gejala yang mirip dengan demam berdarah, seperti mimisan dan muntah darah, sebelum meninggal antara 10 dan 13 Januari 2025.
Setelah uji laboratorium, pejabat kesehatan telah mengesampingkan penyakit demam berdarah lainnya, seperti Ebola dan Marburg, sebagai penyebab penyakit tersebut.
Tak lama setelah penyakit muncul, empat anak lagi dari desa yang sama berusia 5 dan 18 tahun meninggal dengan gejala yang serupa. Hingga 27 Januari, telah terjadi total 10 kasus dan tujuh kematian di Boloko dan dua kasus dan satu kematian di desa terdekat Danda.
"Kurang dari dua minggu kemudian, wabah kedua penyakit misterius itu dilaporkan kepada petugas kesehatan di Desa Bomate. Hingga pertengahan Februari, para penyelidik telah mengidentifikasi 419 kasus virus di sana, dengan 45 kematian," tulis WHO.
Wabah ini ditelusuri ke tiga kematian di antara anak-anak di bawah usia lima tahun di desa tersebut awal bulan Januari. Gejala-gejala termasuk demam dan kelelahan berkembang menjadi tanda-tanda pendarahan seperti mimisan dan muntah darah.
Laporan yang ada menunjukkan bahwa anak-anak tersebut sempat memakan kelelawar mati sebelum jatuh sakit.
Menurut pejabat kesehatan, lokasi terpencil dari kedua wabah dan infrastruktur kesehatan yang lemah meningkatkan risiko penyebaran wabah lebih lanjut. Maka dari itu, perlu adanya intervensi tingkat tinggi untuk menahan wabah.
Seorang peneliti senior kesehatan global di University of Southampton, Inggris, Michael Head, mengatakan bahwa wabah penyakit yang tidak diketahui atau belum diidentifikasi akan terjadi berkali-kali di seluruh dunia.
"Penyakit yang benar-benar baru, seperti yang kita lihat pada covid-19, tentu saja dapat terjadi, tetapi sangat jarang. Biasanya, ini adalah penyakit yang kita ketahui, tetapi belum terdiagnosis dalam wabah tertentu," jelas Head.
Namun, Head mengungkapkan kekhawatirannya atas wabah terbaru di Kongo mengingat dengan kondisi infrastruktur perawatan kesehatan yang ada di negara artinya, terdapat kondisi kesehatan masyarakat lebih kompleks.
"Biasanya, wabah seperti itu dapat dikendalikan dengan relatif cepat. Tetapi, di sini, sangat mengkhawatirkan bahwa kita memiliki ratusan kasus dan lebih dari 50 kematian, dengan gejala seperti demam berdarah yang banyak dilaporkan di antara kasus-kasus tersebut," tuturnya.
Berdasarkan laporan WHO, petugas kesehatan setempat mulai kewalahan. Hal ini disebabkan fasilitas medis yang terbatas.
Terpisah, ahli penyakit menular Gounder menyatakan bahwa berdasarkan laporan, gejala yang terjadi serupa dengan penyakit menular lain. (H-2)