Bahan Pokok Dijual di Atas HET, Pemerintah Harus Ambil Tindakan Tegas

1 week ago 9
Bahan Pokok Dijual di Atas HET, Pemerintah Harus Ambil Tindakan Tegas Ilustrasi: pedagang menata ayam yang dijual di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

PENGAMAT pertanian, Khudori menyatakan bahwa pemerintah memiliki dua buah instrumen untuk mengendalikan pasokan dan menstabilkan harga pangan, yakni melalui regulasi harga dan cadangan pangan pemerintah (CPP).

Pertama adalah pengaturan harga, pengaturan harga tersebut dibagi menjadi dua, yaitu harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku di komoditas beras, gula konsumsi dan minyakita. Kemudian, pengaturan harga yang kedua adalah harga acuan pembelian (HAP) di tingkat produsen untuk memproteksi produsen dan harga penjualan di level konsumen.

"Kalau harga eceran tertinggi itu mengikat publik, jadi siapapun yang terlibat seperti pedagang, toko, maupun penjual kalau menjual di atas HET, potensial untuk kena sanksi. Karena memang regulasinya ada sanksinya. Kalau harga acuan, harga acuan itu hanya acuan. Tidak ada sanksinya, kalau tidak diacu, tidak ditaati, tidak digubris, tidak ada sanksinya," ucap Khudori saat dihubungi, Rabu (5/3).

Ia mengungkapkan, baik harga beras, harga gula, harga minyakita sudah berbulan-bulan dijual di atas HET. Minyakita misalnya, ia menyampaikan bahwa harga minyakita sudah sejak Juni tahun lalu di atas HET, kemudian gula konsumsi juga sudah banyak dijual di atas HET sejak September tahun lalu dan beras medium juga sejak lama banyak dijumpai dijual di atas HET.

"Apakah ada action pemerintah untuk menindak? Sampai hari ini tidak ada kan? Padahal regulasinya ada. Kalau kita lihat sampai hari ini retail modern itu patuh, ya patuh. Karena mereka memang mudah sekali untuk ditindak kalau tidak patuh. Tapi coba cek di pasar tradisional, harganya awur-awuran. Nah ini dari sisi regulasi. Jadi yang mengikat saja tidak ditindak, tidak ada action, akhirnya apa lagi yang acuan," bebernya.
 
Adapun instrumen kedua pemerintah mengendalikan pasokan dan menstabilkan harga pangan adalah melalui CPP. Khudori menyebut CPP ini digunakan sebagai bagian intervensi apabila pemerintah ingin mengendalikan harga atau menurunkan harga daripada menambah pasokan. 

"Tapi kalau kita lihat yang kita punya cadangan memadai itu hanya di beras. Beras itu kalau kita merujuk ke data hari ini yang dikuasai bulog itu 2 juta ton, kalau digunakan untuk intervensi cukup memadai. Tapi komoditas yang lain, misalnya jagung, kedelai, minyak goreng, atau gula itu sangat kecil, apalagi komoditas-komoditas yang gampang rusak," cetusnya.

Ia menegaskan, pada akhirnya apabila pemerintah ingin mengendalikan harga, maka pemerintah harus memilih beberapa komoditas pangan tertentu karena keterbatasan anggaran. 

"Mungkin 3 atau 4 (komoditas) yang harus dipilih dan itu pemerintah saya kira bisa membuat list mana yang harus jadi prioritas. Misalnya satu sejauh mana komoditas itu yang punya sumbangan terhadap perekonomian, terhadap penyerapan kerja dan sebagainya. Yang kedua, misalnya peran (komoditas pangan) terhadap inflasi. Yang ketiga, seberapa besar komoditas itu menyedot belanja rumah tangga, terutama rumah tangga miskin," jelas Khudori.
 
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pemerintah akan terus berupaya menjaga harga komoditas pangan tetap di angka yang baik untuk produsen maupun konsumen.

"Minyakita kita minta double quantity untuk didistribusikan segera serta meminta bantuan Satgas Pangan untuk telusur jika ada pelanggaran," ucap Arief.

Di sisi lain, Arief menyatakan bahwa untuk mengantisipasi tingginya harga beras medium saat ini, pemerintah akan mendistribusikan beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) sebanyak 150 ribu ton sampai dengan Idul Fitri dengan harga sesuai HET beras medium. (Fal/M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |