
KETUA Komisi D DPRD Jawa Tengah Alwin Basri ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (19/2). Dia terseret tiga kasus, salah satunya yakni pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan Tahun Anggaran 2023.
Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan, permainan kotor ini bermula saat Alwin membuka pembicaraan dengan Eko Yuniarto selaku Camat Pedurungan pada November 2022. Saat itu, dia meminta diberikan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan di Kota Semarang senilai Rp20 miliar.
“Yang dalam pelaksanaannya akan dikoordinir oleh M (Ketua Gapensi Semarang Martono),” kata Ibnu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2).
Pada pertemuan itu, Alwin meminta komitmen fee kepadanya senilai Rp2 miliar.
Permintaan itu disepakati oleh Martono. Dia menyerahkan Rp2 miliar kepada Alwin lwin yang juga Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu sebagai komitmen fee pada Desember 2022.
“Sebagai komitmen fee proyek penunjukan langsung kecamatan,” ucap Ibnu.
Menindaklanjuti proyek itu, Martono menyampaikan kepada seluruh anggota Gapensi akan ada proyek yang dibuat masif per kecamatan. Namun, harus ada pemotongan 13% dari nilai proyek untuk Martono.
Uang itu wajib diberikan sebelum proyek dimulai. Hasilnya, dia berhasil mengantongi uang miliaran rupiah.
“Bahwa, komitmen fee yang diterima M (Martono) atas permintaannya kepada para kontraktor anggota Gapensi adalah senilai Rp1.400.000.000,” ujar Ibnu.
Sebagian uang yang diterima Martono dipakai untuk kebutuhan Alwin. Salah satunya yakni digunakan untuk membuat mobil hias untuk festival bunga di Semarang.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita juga memanfaatkan uang itu. Dia memakainya untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tidak dianggarkan APBD.
Dalam kasus ini, Mbak Ita dan Alwin terseret dalam tiga dugaan rasuah. Itu, berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang, pengaturan pada proyek penunjukkan langsung, dan pemotongan uang kepada Bapenda Semarang.
Mbak Ita dan Alwin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Aias Undang-UnGung Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (P-4)