
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengusulkan diterapkannya sistem pemilu campuran dalam rangka untuk memperkuat sistem demokrasi di Indonesia.
Hal itu Doli sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II yang membahas evaluasi Pemilu Serentak 2024 dan penataan sistem pemilu untuk perubahan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada bersama para ahli dan pakar Pemilu, Selasa (26/4).
“Keempat-empatnya (pakar) tadi menyampaikan dan saya memang setuju, mungkin kita sudah mulai harus mempertimbangkan sistem yang kita gunakan itu adalah sistem (pemilu) campuran.
Memang variannya banyak, nanti kita diskusikan apakah mixed member proportional (MMP) dan mixed member majoritarian (MMM) atau paralel. Namun, untuk kondisi pertumbuhan dan peningkatan demokrasi Indonesia, saya kira memang kita sudah mulai mempertimbangkan ke arah menggunakan sistem campuran,” kata Doli.
Doli menyoroti fenomena menjelang dan saat Pemilu ketika banyak kader partai yang telah bekerja keras dalam mengurus partai politik tetapi kalah dengan calon yang memiliki kekuatan besar di lapangan. Hal ini diperparah dengan sikap pragmatis yang dimiliki masyarakat.
"Pada saat menjelang pemilu tiba-tiba (kader partai) tidak berdaya, dikalahkan dengan calon-calon yang kemudian punya kekuatan luar biasa di lapangan, di tengah-tengah misalnya situasi massa kita yang semakin hari semakin cenderung pragmatis,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Menurutnya, sistem pemilu campuran menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan antara kelembagaan politik dan representasi yang lebih baik. “Supaya pemuatan kelembagaan politiknya tetap terjaga, tetapi kemudian unsur representatifnya juga kelihatan, maka kemudian yang paling moderat, yang paling rasional itu adalah sistem pemilu dengan campuran,” katanya.
Selain sistem pemilu campuran, Doli juga menyoroti isu parliamentary threshold. Ia menegaskan parliamentary threshold memerlukan kajian mendalam agar tidak menghasilkan waste vote atau suara terbuang yang terlalu banyak. Salah satunya adalah melalui metode stembus accord.
Stembus accord adalah konsep yang memungkinkan partai-partai kecil berkoalisi untuk menggabungkan perolehan suara mereka sehingga dapat melewati ambang batas parlemen.
Dalam praktiknya, partai-partai yang tergabung dalam stembus accord akan menggabungkan suara mereka untuk mendukung satu daftar calon. Jika koalisi berhasil melampaui ambang batas, kursi yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan awal.
“Tadi ada diusulkan penyelesaiannya, misalnya basis penghitungan ambang batasnya dikembangkan menjadi misalnya kumpulan partai-partai politik, atau ditambahkan dengan sistem penghitungan stembus accord untuk menghindari sisa suara yang terbuang banyak itu,” katanya.
Ia menambahkan bahwa jika parliamentary threshold tetap dipertahankan, penerapannya harus merata di semua tingkatan. “Saya kira memang harus dilakukan bukan hanya di tingkat nasional, tapi juga di tingkat provinsi, di tingkat kabupaten/kota. Dalam rangka untuk pelembagaan partai politiknya,” tutupnya.(Faj/P-1)