
RAMADAN di Mesir bukan sekedar bulan ibadah, tetapi juga momen kebersamaan yang dipenuhi dengan tradisi dan atmosfer yang khas. Dari dekorasi jalanan hingga budaya berbuka puasa, Mesir memiliki cara tersendiri dalam menyambut bulan suci ini. Ramadan di Mesir juga bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang tradisi, kebersamaan, dan spiritualitas.
Dari fanous Ramadan hingga Maidaturrahman, setiap elemen mencerminkan keramahan dan solidaritas masyarakat Mesir selama bulan suci ini.
"Di Mesir, lentera Ramadan atau fanaous menjadi simbol utama menyambut bulan suci. Jalanan dan rumah-rumah dihiasi dengan cahaya, warna-warni menciptakan suasana penuh kebahagiaan dan kegembiraan," kata PCIM Mesir Muhammad Adnan Efendy dalam acara KURMA Media Indonesia, Kamis (27/3).
Fanous Ramadan melambangkan cahaya kebaikan, harapan, dan keberkahan selama bulan suci Ramadhan. Seperti cahaya yang mengusir kegelapan, lampu-lampu yang indah tersebut mencerminkan pencerahan spiritual yang diharapkan umat Muslim selama bulan penuh berkah ini. Fanous juga bukan hanya sekedar dekorasi, tetapi juga simbol persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat Mesir.
Lampu ini sering terlihat di jalan-jalan, masjid dan rumah-rumah, menandakan semangat gotong royong dan kebahagiaan bulan Ramadan. Selain itu, lentera-lentera itu juga merupakan salah satu warisan sejarah dan identitas budaya. Tradisi ini bermula dan berakar pada zaman dinasti Fatimiyah di Mesir sekitar abad ke-10.
"Salah satu tradisi unik lainnya di Mesir adalah Mawaidaturrahman atau Iftar Jama'at di jalanan. Makanan gratis disediakan bagi siapa saja, tanpa memandang status sosial," ungkapnya.
Maidaturrahman adalah tradisi buka puasa bersama yang berkembang, luas di Mesir selama bulan Ramadan. Meja-meja panjang dipasang di jalanan dan terbuka bagi siapa saja, terutama bagi kaum muslimin, kaum pakir miskin, musafir, atau mereka yang tidak memiliki keluarga untuk berbuka puasa bersama. Tradisi ini mencerminkan nilai sedekat, kebersamaan, dan solidaritas dalam Islam.
"Kali ini kita akan berbuka puasa dengan Maidaturrahman dengan menu salada salatoh adalah campuran sayur yang dipotong. Kemudian lubia ini ada kacang dan lahma atau daging sapi, selain itu ada kusyari yakni nasi dicampur dengan mie bihun dan tidak kalah penting yaitu kurma khas Mesir. Makanan pokoknya adalah isy, yaitu gandum," ujar Adnan.
Sejarahnya, tradisi ini diakini berakar sejak masa Dinasti Fatimiyah yang memerintah Mesir pada Khalifah Fatimiyah. Dikenal murah hati dalam menyediakan makanan bagi rakyat selama bulan Ramadan.
Ketika malam tiba, Ramadan di Mesir semakin semarak, masjid-masjid seperti Masjid Al-Azhar, Masjid Amru bin Az, dan masjid-masjid lainnya dipenuhi oleh jamah-jamah yang melaksanakan solat tarawih.
"Perlu kita ketahui bersama bahwa Masjid Al-Azhar dibangun oleh Jauhar Ash-Shakili atas perintah Halifah Mu'iz. Dan pada saat zaman Dinasti Fatimiyah, pada tahun 359 Hijriyah dengan tanggal 24 Jumadilawal kalau dimasehikan itu 7 Mei tahun 970," paparnya.
Ramadan di Mesir bukan sekedar tentang berpuasa dan ibadah. Tetapi juga tentang kebersamaan, kebaikan, dan tradisi yang menghangatkan jiwa.
"Semoga kita semua mendapatkan berkah di bulan suci ini dan diberikan kesempatan untuk berkumpul bersama teman, sahabat, dan keluarga di lebaran Idul Fitri nanti," pungkasnya. (H-3)