Sejarawan USK Serukan Dukungan Pembuatan Film Kekaisaran Ottoman dan Kerajaan Aceh

10 hours ago 3
Sejarawan USK Serukan Dukungan Pembuatan Film Kekaisaran Ottoman dan Kerajaan Aceh Sejarawan M Adli Abdullah dari USK (Universitas Syiah Kuala) Aceh.(MI/Amiruddin Abdullah Reubie)

KEINGINAN Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk memproduksi film Kekaisaran Ottoman dan Kerajaan Aceh perlu didukung oleh seluruh elemen bangsa. Karena melalui media film ini dapat mempererat kembali hubungan budaya antara Turki dan Indonesia. Apalagi antara Turki dan Indonesia terutama masyarakat Aceh memiliki kesamaan budaya dan ideologi religi dalam sejarah masa silam.

Pembuatan film ini juga mendorong upaya bersama dalam pelestarian warisan budaya, kolaborasi seni, pertukaran akademik dan riset. Lalu pembangunan kapasitas dalam manajemen talenta budaya, sastra. Bahkan menjadi budaya kontemporer seperti film, musik serta budaya digital.

Demikian antara lain dikatakan Sejarawan Nasional dari Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh, M Adli Abdullah, kepada Media Indonesia, Sabtu (12/4). Dia yakin niat tulus Menteri Kebudayaan Fadli Zon adalah suatu ide cemerlang untuk mempererat hubungan kedua negara yang sudah lama bersahabat.

Ide ini tidaklah timbul semena-mena, akan teapi melalui telaah panjang dan sesuai perkembangan terkini yang perlu direalisasikan. Lalu hubungan antara Presiden ke-8 Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden ke-12 Turki Recep Tayyib Erdogan. Ditambah lagi antara kedua kepala negera baru-baru ini saling berkunjung.

"Persahabatan Indonesia-Turki, memiliki sejarah panjang, sejak abad ke 16 dengan Kerajaan Aceh. Lalu terjalin lagi hubungan diplomatik resmi dengan pemerintah Indonesia di 1950. Bahkan Kerajaan Aceh dan Kerajaan Turki Ustmani menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama yang erat selama berabad-abad. Hubungan ini berlangsung mulai dari perdagangan hingga bersekutu melawan penjajahan barat di Asia Tenggara," tutur Adli.

Dikatakannya, lebih jauh lagi periode hubungan resmi antara Aceh dan Turki, dimulai pada abad ke-13 dengan Samudra Pasai, kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Aceh, pasca-Portugis menaklukkan Melaka pada  1511 M sampai Portugis membunuh jemaah haji Aceh pada 1528 M.

Saat itulah pemerintahan Turki Utsmani membantu Kerajaan Aceh melawan hegemoni Portugis di Asia Tenggara dan melakukan hubungan diplomatik resmi dengan Sultan Alauddin Riayat Syah, yaitu sultan ketiga Aceh yang berkuasa antara 1537 hingga 1568.

"Hasil kerja sama antara Kerajaan Aceh dan Kerajaan Turki Utsmani berhasil memperkuat pertahanan Aceh melawan penjajahan Portugis, Inggris dan Belanda. Turki Utsmani berhasil memperluas perdagangan rempah-rempah, khususnya lada Aceh dan Turki Utsmani," ulas dosen USK yang meraih gelar doktor bidang ilmu sejarah itu.

Bentuk kerja sama
Ditambahkannya bentuk kerja sama antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Turki antara lain saling berkirim duta besar, mengirimkan pasukan, peralatan, dan mengirim ahli persenjataan. Kemudian Turki Utsmani mengajari teknisi asal Aceh cara membuat senjata berat seperti meriam.

Sedangkan bukti hubungan diplomatik antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Turki bisa disaksikan sesuai surat-surat diplomatik Kesultanan Aceh ke Turki Usmani tersimpan pada Badan Arsip Turki di Istanbul.

"Kompleks Makam Teungku di Bitay Aceh, merupakan bukti adanya hubungan diplomatik erat antara Aceh dan Turki Utsmani. Nama gaya Turki lainnya masih muncul di Aceh seperti Efendi, Ali Basyah, Bey," kata lelaki kelahiran Samalanga yang sering menjadi pemateri sejarah di berbagai seminar dalam dan luar negeri itu.

Pada bagian lain, Muhammad Jundi Rabbani, Mahasiswa Jurusan Ilahiyat (Keagamaan) Sakarya University, Turki, mengatakan banyak budaya dan tradisi religi di Turki ada kesamaan dengan Indonesia.

"Misalnya di wilayah Sakarya, kota kampus tempat kuliah saya, ada kesamaan seperti di Indonesia. Saat merayakan Ramadan masjid-masjid dipersolek banyak lampu hias kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Alquran. Hidangan buka puasa beragam macam dan suasana sahur cukup menarik memecah sunyi oleh kehadiran arakan penabuh davul atau drum band sahur untuk membangunkan orang-berpuasa esok hari," tutur mahasiswa asal Aceh yang juga hafidz Alquran 30 juz tersebut.

Muhammad Jundi Rabbani pun pernah berbincang akrab dengan dosennya yang mengetahui persis hubungan sejarah Indonesia dan Turki. Bahkan sang dosen begitu akrab dengan mahasiswa asal Indonesia. "Jadi keinginan membuat film Aceh Indonesia-Turki sangat berguna untuk membina hibungan antar kedua negara dan perlu diangkat jempol" tuturnya.

Sebelumnya, Fadli Zon menyampaikan keinginannya membuat film Kekaisaran Ottoman dan Kesultanan Aceh bersama Menbudpar Turki. Keinginan Fadli itu disampaikannya saat bertemu Menbudpar Turki Turkiye Yang Mulia Mehmet Nuri Ersoy, Rabu (9/4), di Ankara, Turki.

“Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia berkomitmen untuk mempererat hubungan sejarah dan budaya kedua negara melalui berbagai upaya seperti produksi film bersama tentang Kekaisaran Ottoman dan Kesultanan Aceh, pameran lukisan bersama, dan pembangunan rumah budaya Indonesia di Turki,” terang Menbud Fadli di akun X-nya.

“Selain itu, Indonesia dan Turki sebagai dua negara dengan populasi Islam yg sangat besar jumlahnya, memiliki banyak hal yg dapat dikolaborasikan, antara lain terkait Warisan Budaya Takbenda seperti iftar, kaligrafi, dan majelis, yg dapat dilakukan ekstensi dalam daftar Unesco Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda," kata Fadli Zon penuh yakin. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |