Publik Berhak Dapat Ganti Rugi dari Megakorupsi Pertamina

2 weeks ago 10
Publik Berhak Dapat Ganti Rugi dari Megakorupsi Pertamina Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kedua kiri) berjalan memasuki mobil tahanan.(Antara )

DIREKTUR LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kompensasi dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Kerugian Rp193,7 triliun berdasarkan hitungan sementara penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung belum mengakomodir komponen kerugian masyarakat sebagai konsumen. Oleh karenanya, LBH Jakarta membuka pos pengaduan secara daring dan luring.

"Masyarakat berhak untuk mendapatkan pemulihan, mulai dari ganti rugi hingga kompensasi," kata Fadhil saat membuka Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan di Kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2).

Menurutnya, pos itu dibuka untuk menampung pengaduan masyarakat dan memilah jenis pelanggaran yang terjadi dalam praktik korupsi tersebut. Setidaknya, Fadhil mengatakan hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan jeas telah direnggut karena praktik blending atau pengoplosan minyak jenis RON 92 atau pertamax dengan RON 90 atau pertalite

"Kemudian ada barang atau jasa yang tidak sesuai nilai tukar atau nilai tambah, yang mana itu seharusnya dijamin kualitasnya dan dijamin penyediaan bagi masyarakat," jelasnya.

Sampai hari ini, Fadhil mengungkap pihaknya sudah menerima 426 pengaduan yang masuk secara daring sejak Rabu (26/2). Nantinya, pengaduan masyarakat yang masuk itu akan dibawa LBH Jakarta ke pengadilan. 

Dalam kesempatan yang sama, peneliti hukum pada Center of Economics and Law Studies (Celios), Muhamad Saleh, mengatakan selama ini regulasi mengenai penegakan hukum tindak pidana korupsi lebih berfokus pada kerugian keuangan negara, tapi luput terhadap korban yang terdampak dari praktik penyalahgunaan kewenangan.

Celios dan LBH Jakarta, sambungnya, mendorong skema kompensasi nasional untuk korbang korupsi tata kelola minyak yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan pelat merah Pertamina. Bagi Saleh, kompensasi dari hasil korupsi tersebut tidak adil jika hanya berupa kerugian keuangan negara yang nantinya masuk ke kantong pemerintah saja. 

"Karena masyarakat umumlah yang menjadi korban langsung dari dampak oplosan minyak. Masayarakat yang seharusnya mendapatkan kompensasi langsung, sehingga kompensasi ini harus segera dibuat mekanismenya oleh pemerintah," ujar Saleh.

Apalagi, penyidik JAM-Pidsus Kejagung sampai saat ini belum menyentuh kerugian yang dialami masyarakat dalam penghitungan sementara. Sejak kasus ini diungkap, Senin (24/2), Kejagung menyebut kerugian sementara dalam kasus tersebut sebesar Rp193,7 triliun. (Tri/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |