
PETANI kakao di Indonesia menghadapi berbagai masalah, seperti pohon yang menua, serangan hama, dan penyakit, termasuk cocoa pod borer dan black pod disease. Selain itu, tantangan lain seperti penurunan kesehatan tanah, perubahan iklim, dan akses terbatas ke bibit unggul juga memperburuk situasi.
Riset yang terbatas dan transfer teknologi yang kurang optimal menyebabkan produktivitas kakao hanya mencapai sepersepuluh dari potensi maksimalnya. Dalam upaya mendukung industri kakao yang lebih berkelanjutan, Mars Symbioscience Indonesia menggelar kunjungan Riset Kakao Mars (Mars Cocoa Research Station – MCRS) di Pangkep, Sulawesi Selatan.
Acara ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang tantangan yang dihadapi industri kakao di Indonesia dan komitmen perusahaan dalam menciptakan rantai pasok kakao yang lebih modern dan inklusif.
Untuk mengatasi tantangan di industri kakao, Mars telah berinvestasi dalam mendirikan fasilitas riset kakao di Tarengge, Luwu Timur, dan Pangkep, yang fokus pada pengelolaan hama terpadu, pemuliaan tanaman, dan peningkatan produktivitas lahan.
Baru-baru ini, mereka meresmikan Cocoa Advanced Research Laboratory (CARL) di Pangkep, yang akan berperan penting dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk mendukung petani.
Salah satu temuan penting dari penelitian adalah perlunya peralihan dari sistem pertanian monoklonal ke multiklonal. Banyak petani yang hanya menanam satu jenis klon unggul, yang mengakibatkan rendahnya produktivitas. Riset menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis klon kakao yang kompatibel dapat meningkatkan hasil panen hingga 50%.
Station Manager Mars Cocoa Research Station Pangkep, Agus Purwantara, menjelaskan bahwa praktik multiklonal dapat mengoptimalkan hasil panen dengan memastikan kompatibilitas genetik antar klon.
Mars juga telah membangun program pelatihan bagi petani, seperti Mars Cocoa Academy dan Cocoa Development Centers di Luwu Raya. Melalui program ini, para karyawan memberikan pelatihan kepada petani dalam praktik pertanian modern. Para petani yang dilatih menjadi cocoa doctor/agripreneurs, yang membagikan ilmu kepada komunitas mereka.
Indonesia Corporate Affairs Director, Jeffrey Haribowo, menyatakan bahwa saat ini ada sekitar 300 cocoa doctor/agripreneurs yang membantu meningkatkan produktivitas dan praktik pertanian di kalangan petani. "Keberhasilan jangka panjang industri kakao di Indonesia bergantung pada kolaborasi antara semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah," katanya.
Jeffrey menekankan pentingnya membangun pemahaman bersama tentang tantangan dan peluang di industri kakao.
Sementara itu, General Manager Mars Wrigley Asia, Kalpesh Parmar, menambahkan bahwa Indonesia merupakan pilar utama dalam strategi pertumbuhan di Asia, dan investasi berkelanjutan dalam riset kakao serta pemberdayaan petani mencerminkan komitmen untuk memberikan kontribusi positif bagi komunitas.
Dengan bekerja sama dengan berbagai pihak, Mars berupaya menciptakan ekosistem kakao yang modern, inklusif, dan berkelanjutan, di mana semua orang diberdayakan untuk berkembang. (E-2)