
INDUSTRI perbankan berharap ketidakpastian ekonomi global akibat terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) tidak seperti kepemimpinan Trump di periode pertamanya (2016-2020).
"Saat itu cukup lama ketidakpastiannya, 1-2 tahun. Emerging market currency juga relatif melemah ketika itu dan mata uang yuan sengaja diperlemah oleh Tiongkok, sehingga terjadi aksi saling balas. Terjadi tit for tat, Amerika menaikan tarif dibalas lagi oleh Tiongkok, begitu seterusnya," ucap Chief of Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual di Talk Show Mini Studio BCA Expoversary 2025 yang digelar di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Sabtu (22/2).
Karena itu, ia berharap di periode kepemimpinan Trump saat ini, fenomena tit for tat tersebut tak kembali terulang. "Dan pada akhirnya mereka bisa deal, baik dari sisi kebijakan perdagangan maupun investasi," ucap David.
Sepanjang semester I 2025, sambungnya, pasar masih mengamati arah kebijakan ekonomi AS.
"Semester I ini masih banyak kejutan. Contoh dua minggu lalu, Trump mengatakan akan menerapkan tarif impor 25% untuk Meksiko dan Kanada. Tapi beberapa hari kemudian, saya tidak tahu Trump mimpi apa, kebijakan itu diganti, jadi hanya 10%. Jadi untuk Tiongkok yang lainnya ditunda selama satu bulan. Kebijakan yang berubah-ubah ini tentunya akan membuat pasarnya juga akan bergerak cukup I. Ini salah satu isu yang pasti akan diikuti terus oleh pasar karena dampak ke sektor riilnya akan cukup besar," beber dia.
Berkaca dari hal tersebut, David menilai Indonesia sendiri tidak bisa lepas dari kondisi ekonomi global yang ada.
"Jadi sekarang market banyak yang switch ke fixed asset, salah satunya untuk mengamankan profitnya sementara waktu, cari yang lebih safe haven," imbuhnya.
"Dan selama deal-nya belum tercapai, pertumbuhan ekonomi globalnya masih belum akan pulih, masih relatively flat. Kita berharap ada terobosan-terobosan juga dari sisi kebijakan di dalam negeri," sambungnya.
Di kesempatan yang sama, Head of Research BCA Sekuritas Andre Benas melihat Tiongkok saat ini sudah lebih siap dalam menghadapi kemungkinan perang dagang jilid II dengan AS.
"Jika mengacu pada konferensi pers Kementerian Luar Negeri Tiongkok, tahun ini mereka lebih kalem. Mereka terlihat sudah lebih prepare terhadap trade war yang mungkin akan dilancarkan oleh AS," pungkasnya. (Fal/E-1)