
MENJADI orangtua merupakan sebuah perjalanan yang dipenuhi dengan
kebahagiaan, proses belajar, sekaligus tantangan. Setiap orangtua memiliki gaya pola asuh mereka sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, nilai-nilai pribadi, hingga ekspektasi sosial.
Jakpat melakukan survei terhadap 983 responden untuk menggali pandangan mereka seputar parenting.
Alasan utama orang memiliki anak adalah keinginan untuk meneruskan keturunan (66%) dan anggapan bahwa anak dapat melengkapi keluarga (63%).
Bagi 62% Gen X, memiliki anak juga diyakini membuka pintu rezeki.
Persiapan Sebelum Memiliki Anak
Sebanyak 81% responden menyatakan persiapan finansial adalah hal utama yang perlu dipersiapkan sebelum memiliki anak. Diikuti oleh kesiapan mental, pengetahuan tentang pola asuh dan pendidikan anak, serta kesiapan emosional; yang semuanya dipilih oleh lebih dari 70% responden.
Research Lead di Jakpat Septiana Widi Sugiastuti menekankan pentingnya kestabilan emosional bagi orangtua, yang dianggap perlu oleh 72% responden.
“Karena anak-anak menyerap energi dan respon dari orangtuanya,” ujarnya.
Menjadi Orangtua: Mudah atau Sulit?
Saat membahas pengalaman sebagai orangtua, 3 dari 5 ibu mengaku peran itu terasa cukup berat. Dalam hal kelelahan dan stres, ibu juga lebih sering mengalaminya.
Sebaliknya, 1 dari 4 ayah justru menyatakan bahwa menjadi orangtua terasa mudah.
Mereka juga lebih sering merasa peran ini menyenangkan dan memuaskan.
Peran Media Sosial dalam Pola Asuh
Media sosial turut berperan dalam pola asuh anak, dengan 64% responden mengaku terpengaruh olehnya. Akun yang paling sering dijadikan referensi adalah para ahli seperti dokter atau psikolog (74%), disusul oleh pengguna media sosial yang memiliki pola asuh anak yang menarik (73%), serta akun atau situs yang secara khusus membahas topik
parenting (73%).
Kekhawatiran Orangtua
Sebanyak 94% orangtua mengaku khawatir jika anak mereka menjadi pribadi yang tidak sopan atau kurang memiliki tata krama. Lebih dari 90% orang tua juga khawatir apabila anak mereka terlibat perundungan (bullying) baik sebagai korban maupun pelaku.
Kekhawatiran ini bahkan melebihi kecemasan terkait akademik, seperti anak tidak naik kelas atau tidak lulus, yang disebutkan oleh 77% responden.
Septiana menambahkan, “Hasil survei menunjukkan bahwa di era ini, orangtua lintas generasi memiliki kekhawatiran yang sama terhadap isu-isu sosial anak, seperti perundungan dan perkelahian, dibandingkan masalah akademik. Ini menjadi tugas orangtua untuk lebih peka, karena anak-anak bisa saja mengalami perundungan di sekolah, lingkungan sekitar, bahkan secara daring (cyberbullying).” (Z-1)