
LANGKAH Mahkamah Agung (MA) untuk memutasi 199 hakim belum cukup menjadi panasea atas sejumlah masalah di lingkungan lembaga peradilan yang terjadi belakangan ini, termasuk praktik perkara yang melibatkan para hakim. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan (Leip) Muhammad Tanziel Aziezi mengatakan, pihaknya mengapresiasi kebijakan tersebut, meski perlu ada upaya lanjutan.
Menurut Aziezi, upaya memutasi ratusan hakim itu menunjukkan bahwa MA memiliki perhatian khusus dan mau berupaya untuk mengurai dan menyelesaikan masalah yang terjadi belakangan di lembaga peradilan. Kendati demikian, Leip melihat kebijakan tersebut masih perlu diikuti dengan langkah lainnya agar dapat mereduksi masalah mafia peradilan.
"Satu hal yang paling penting untuk segera dilakukan pascamutasi ini adalah mengidentifikasi seluruh sistem dan pelaksanaan pengawasan serta pembinaan hakim," terangnya kepada Media Indonesia, Jumat (25/4).
Baginya, identifikasi itu penting dilakukan agar MA memiliki sistem pengawasan dan pembinaan hakim yang lebih sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan terkini. Tujuannya, hakim-hakim yang baru dimutasi tersebut ke depannya bisa terhindar dari tindakan-tindakan serupa yang dilakukan hakim lain sebelumnya.
Selain itu, Aziezi menekankan pentingnya memaksimalkan sistem whistleblower yang menjamin tidak adanya retaliasi terhadap pelapor dan pelindungan anonimisitas pelapor serta pengaturan terkait konflik kepentingan. Tanpa tindakan lanjutan, pihaknya khawatir mutasi besar-besaran hanya jadi solusi sesaat yang tidak berkelanjutan.
"Karena belum ada jaminan kuat hakim-hakim yang baru dimutasi akan dapat menjaga integritasnya dalam bertugas. Terlebih, kalau asumsinya hakim-hakim tersebut adalah hakim-hakim yang lebih baik secara kualitas dan integritas, maka perlu dijaga lebih ketat agar tidak melakukan hal serupa seperti yang kemarin," terang Aziezi. (Tri/I-1)