
KEBIJAKAN efisiensi dari pemerintah pusat diharapkan tidak menjadi ganjalan dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah yang diamanatkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jika anggaran dari pemerintah daerah tak mencukupi, PSU dapat digelar dengan bantuan dari anggaran pemerintah pusat.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati kepada Media Indonesia, Jumat (28/2). Menurutnya, Undang-Undang Pilkada menggariskan bahwa anggaran pilkada dapat juga bersumber dari APBN.
"Jika daerah kekurangan anggaran, maka bisa dibantu APBN. Jadi jangan sampai karena masalah anggaran ini malah tidak mengembalikan hak konstitusional pemilih," ujarnya.
Apalagi, sambung Khoirunnisa, perintah PSU oleh MK secara mayoritas timbul karena adanya kelalaian dari pihak penyelenggara negara. Berdasarkan putusan MK, terdapat 24 daerah yang harus menggelar PSU Pilkada 2024, baik secara menyeluruh di satu kota/kabupaten atau beberapa tempat pemungutan suara saja.
"PSU ini mayoritas karena kelalaian penyelenggara pemilu di soal pencalonan, sehingga konsekuensinya adalah pilkadanya harus diulang," kata Khoirunnisa.
Terpisah, pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menyiti bunyi Pasal 166 ayat (1) UU Pilkada yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah pusat untuk ikut bertanggung jawab dalam memastikan ketersediaan anggaran demi terselenggaranya PSU sesuai putusan MK.
Beleid tersebut menekankan soal pendanaan kegiatan pemilihan yang dibebankan pada APBD, meski dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurutnya, PSU bukan merupakan beban bagi daerah maupun negara, melainkan bentuk komitmen atas pemenuhan hak rakyat untuk mendapatkan praktik pemilu dan demokrasi yang murni, kredibel, dan konstitusional.
"Jangan sampai PSU terkendala karena faktor efisiensi anggaran. Kalau sampai PSU tidak berjalan sebagaimana putusan MK, hal itu akan sangat rentan menimbulkan protes massa dan ketidakpuasan para pihak di daerah," terang Titi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tidak terlaksananya PSU berdasarkan putusan MK juga berpotensi mengganggu stabilitas daerah dan menghambat jalannya program yang sudah menjadi agenda pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Oleh karenanya, pemerintah pusat mesti mengoordinasikan daerah-daerah yang PSU dalam rangka memastikan kelancaran dan kesuksesan pelaksanaannya.
Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menjamin bahwa anggaran untuk PSU di sejumlah daerah dapat menggunakan APBN. Hal tersebut dapat dilakukan jika daerah benar-benar sudah tidak memiliki sisa anggaran lagi. Ia menyebut, kebutuhan menyelenggarakan PSU tetap dapat diupayakan meski pemerintah tengah melakukan kebijakan efisiensi anggaran. (Tri/P-2)