Makan Bergizi Gratis Berbasis Sistem Pangan Daerah

3 weeks ago 15
Makan Bergizi Gratis Berbasis Sistem Pangan Daerah (MI/Seno)

PRESIDEN Prabowo Subianto telah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan tujuan mulia: meningkatkan gizi anak-anak dan mengurangi kesenjangan akses pangan. Namun, program ini tidak lepas dari berbagai kritik tajam yang disampaikan oleh berbagai kalangan masyarakat.

Pertama, program MBG membebani anggaran negara yang luar biasa besar, yang berdampak signifikan pada prioritas belanja lain seperti pendidikan dan perlindungan sosial. Dengan belanja pemerintah yang sudah membeludak untuk birokrasi pemerintah yang gemuk serta proyek-proyek besar seperti IKN dan proyek strategis nasional, program MBG ini semakin memperberat beban APBN.

Kedua, kritik datang dari berbagai organisasi pendidikan, seperti Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), yang menentang realokasi dana pendidikan untuk membiayai program MBG. Mereka menilai bahwa dana pendidikan yang sudah terbatas itu seharusnya difokuskan untuk meningkatkan fasilitas belajar, mengingat sekitar 26% ruang kelas di Indonesia masih dalam kondisi rusak.

Ketiga, skema program MBG belum mempertimbangkan perbedaan karakteristik pangan di berbagai daerah. Setiap wilayah memiliki kebutuhan dan potensi pangan lokal khas yang seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam perancangan menu program ini dan sumber pasokannya.

Keempat, program MBG juga belum mengakomodasi variasi kebutuhan gizi pada golongan sosial yang berbeda-beda. Sebagai contoh, terdapat lapisan masyarakat yang persoalan utamanya ialah kekurangan gizi. Di pihak lain, terdapat lapisan masyarakat yang justru mengalami problem obesitas. Program MBG menyajikan menu yang seragam untuk anak-anak sekolah tanpa memperhatikan perbedaan kebutuhan dan persoalan gizi semacam ini.

Selain itu, terdapat berbagai masalah teknis dalam pelaksanaan program MBG, mulai dari keterlambatan distribusi makanan, kurangnya variasi menu yang menyebabkan siswa tidak tertarik, hingga ketidakseimbangan dalam distribusi makanan ke wilayah-wilayah terpencil.

MENGGAGAS SISTEM PANGAN DAERAH

Untuk menjawab berbagai tantangan di atas, diperlukan pendekatan pelaksanaan program MBG yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, yakni melalui penguatan sistem pangan daerah. Pendekatan itu tidak hanya memberikan akses pangan yang bergizi baik dan merata kepada masyarakat, tetapi juga membangun ketahanan pangan daerah yang berbasis potensi dan keswadayaan lokal.

Pembangunan lumbung pangan daerah yang berbasis ekoregion dan potensi keragaman pangan lokal adalah langkah strategis yang lebih efektif jika dibandingkan dengan skema sentralistik seperti program MBG. Sistem pangan daerah memungkinkan pemerintah setempat untuk menyesuaikan kebijakan pangan dan pemenuhan gizi berdasarkan karakteristik dan kebutuhan spesifik wilayahnya. Hal itu juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan.

BERBASIS POTENSI SUMBER DAYA LOKAL

Mengapa sistem pangan daerah ini lebih efektif?

Pertama, mengurangi ketergantungan pada APBN. Pendekatan ini lebih efisien karena memanfaatkan sumber daya lokal dan mengurangi beban keuangan negara yang terlalu besar.

Kedua, mendorong inovasi dan partisipasi lokal. Dengan memberdayakan petani, nelayan, dan produsen pangan daerah, sistem ini tidak hanya menjamin ketahanan pangan, tetapi juga meningkatkan keterlibatan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.

Ketiga, lebih adaptif terhadap kondisi wilayah. Berbeda dari program MBG yang seragam dan top-down, sistem pangan daerah bisa lebih fleksibel dalam menentukan menu yang sesuai dengan kebiasaan makan dan potensi pertanian setempat.

Keempat, lebih membangun kemandirian daerah. Dengan menjalankan MBG yang berbasis sistem pangan daerah, maka pelaksanaan MBG akan memprioritaskan sistem pasokan dari sumber daya pangan lokal sehingga dapat memperkuat kemandirian pangan daerah.

Kelima, berkelanjutan dalam jangka panjang. Dengan mengintegrasikan pendekatan berbasis ekoregion dan inovasi agromaritim, pembangunan sistem pangan daerah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan gizi, ketersediaan pangan, dan keberlanjutan lingkungan.

MENDORONG PERAN DAERAH DALAM PROGRAM MBG

Dengan mengadopsi model Sistem Pangan Berkelanjutan (SPB) yang sudah menjadi agenda global dari PBB, setiap daerah dapat membangun lumbung pangan yang kuat dan resilien. Model ini memungkinkan sinergi kebijakan pangan nasional dengan inisiatif lokal yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan potensi di daerah, termasuk dalam rangka pelaksanaan program MBG.

Daripada menggelontorkan dana ratusan triliun rupiah untuk program MBG yang dijalankan secara sentralistis dan top-down, pemerintah seharusnya mempertimbangkan pendekatan yang mendorong desentralisasi kebijakan pangan, termasuk dalam menjamin pemenuhan akses pangan yang bergizi baik dan merata di daerah.

Untuk itu, pemerintah daerah harus diberi peran yang lebih besar dalam merancang dan mengelola kebijakan pangan sesuai kekhasan kondisi dan potensi daerahnya, dengan dukungan teknis, pembiayaan, dan kebijakan dari pusat. Termasuk juga, mendorong peran pemerintah daerah untuk menjalankan program MBG yang berbasis kebutuhan dan potensi pangan lokal di daerah.

Pada akhirnya, keberhasilan program MBG tidak hanya diukur dari jumlah makanan yang dibagikan dengan jangkauan luas, tetapi juga dari bagaimana program ini dapat memperkuat ketahanan pangan jangka panjang, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mengurangi ketimpangan akses pangan secara berkelanjutan.

Jika tidak ingin terjebak dalam kebijakan yang boros dan tidak efektif, pemerintah harus mulai menggeser fokus dari program MBG yang berorientasi ‘memberi ikan’ secara seragam menuju pembangunan lumbung pangan daerah yang lebih inovatif dan mandiri serta mendukung peningkatan gizi dan pembangunan manusia secara utuh di daerah.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |