Lestari Moerdijat: Regulasi Pendidikan Tinggi Harus Sinkron dan Dibenahi

2 weeks ago 11
 Regulasi Pendidikan Tinggi Harus Sinkron dan Dibenahi Tumpang tindih regulasi pendidikan(Ilustrasi)

Tumpang tindih aturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi harus segera diakhiri. Langkah ini perlu didahului dengan pemetaan yang jelas guna memperbaiki regulasi yang bertentangan.

"Karena antara peraturan satu dan lainnya jelas-jelas bertentangan, sehingga penting untuk menetapkan prioritas aturan mana yang krusial untuk dibenahi," ujar Wakil Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan Komisi X DPR RI di ruang rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2).

Lestari menegaskan bahwa salah satu contoh tumpang tindih aturan terlihat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 37/2009 Pasal 26 yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam regulasi ini, dosen diwajibkan meningkatkan kompetensi melalui diklat, seminar, lokakarya, serta kegiatan lainnya.

Namun, peraturan ini bertentangan dengan PP No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan turunan dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam PP tersebut, pengembangan kompetensi dosen dibatasi maksimal 24 jam pelajaran dalam satu tahun masa perjanjian kerja.

Menurut Rerie—sapaan akrab Lestari—tumpang tindih aturan yang memicu tafsir beragam harus segera diperbaiki. "Kita harus membiasakan diri untuk tidak menabrak aturan yang ada," tegasnya.

Relaksasi Blokir Efisiensi Anggaran

Pada kesempatan yang sama, Rerie juga mendukung usulan MRPTNI untuk merelaksasi blokir efisiensi anggaran pada program/kegiatan prioritas, sebagai konsekuensi pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Relaksasi ini, menurutnya, dapat dilakukan terhadap anggaran penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi, termasuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), belanja operasional, Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bantuan Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum (PNBP/BLU).

Namun, Rerie menekankan bahwa efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) harus tetap mengacu pada ketentuan dalam Inpres No. 1/2025.

Sinkronisasi Otonomi Perguruan Tinggi

Dalam pelaksanaan otonomi perguruan tinggi, Rerie berharap MRPTNI dapat memberikan petunjuk yang jelas terkait sejumlah permasalahan yang dihadapi, terutama dalam hal sinkronisasi otonomi akademik.

Selain itu, ia juga meminta MRPTNI memberikan informasi terkait standarisasi biaya minimum dalam menentukan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi. Dengan adanya standarisasi ini, diharapkan tidak lagi terjadi pemblokiran setoran uang kuliah.

Antisipasi Kekurangan Dosen

Lebih jauh, anggota DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah ini mengingatkan bahwa saat ini cukup banyak dosen dengan keahlian tertentu yang akan memasuki masa pensiun.

“Perlu segera dicarikan solusi untuk menyediakan dosen pengganti, mengingat rumitnya persyaratan administrasi untuk menjadi dosen yang memenuhi kompetensi,” katanya.

Menurutnya, jika masalah ini tidak segera diantisipasi, keberlanjutan proses pembelajaran mahasiswa bisa terganggu. "Bila dampak kondisi itu tidak segera diantisipasi, nasib keberlanjutan belajar para mahasiswa jadi tidak jelas," pungkasnya. (RO/Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |