
PUBLIK masih sangsi atas rencana akan diluncurkannya Koperasi Desa Merah Putih oleh pemerintah Prabowo Subianto pada 12 Juli 2025. Pro dan kontra masih terjadi antara pengamat dan pelaku koperasi; satu pihak punya keyakinan bahwa didirikannya Koperasi Desa Merah Putih merupakan langkah terobosan dari Presiden Prabowo untuk menggerakkan perekonomian nasional berbasis kelembagaan koperasi.
Pandangan optimistik datang dari Tito Sulistio, anggota Badan Supervisi OJK periode 2023-2028, pada kesempatan diskusi yang diadakan oleh lembaga kajian politik ekonomi GREAT Institute beberapa waktu lalu. Tito menyatakan bahwa langkah Presiden Prabowo dalam menginisiasi berdirinya koperasi desa merah putih adalah langkah luar biasa yang akan menjadikan koperasi sebagai pintu masuk industrialisasi pedesaan.
"80 ribu koperasi desa merah putih sebagai bagian dari ekonomi Pancasila yang berbasis industrialisasi pedesaan dan koperasi," terangnya. Tito, yang pernah menjadi Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2015-2018, menyampaikan hal tersebut dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/4).
Dalam hal pembiayaan, koperasi desa dapat memanfaatkan keberadaan Danantara. Tito melanjutkan bahwa Danantara harus masuk dan bekerja sama dengan koperasi. Danantara harus bisa mengonsolidasi dan mengelola aset negara untuk didistribusikan ke masyarakat melalui koperasi desa Merah Putih.
Tito, yang menerbitkan buku dengan judul Privatisasi Berkerakyatan, juga menyarankan agar koperasi segera bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk masuk pada skema transparansi ke depan. Kemudian, Turino Yulianto, tokoh koperasi pemuda, menyatakan bahwa koperasi Merah Putih adalah langkah ideologis dari Presiden Prabowo Subianto dalam memperbaiki tata niaga perekonomian di pedesaan.
Koperasi desa Merah Putih adalah misi besar Prabowo untuk melakukan transformasi ekonomi dari ekonomi elit yang dikuasai oligarki menjadi ekonomi rakyat yang dikuasai banyak orang. Koperasi desa Merah Putih menjadi sarana pendistribusian kesejahteraan yang paling efektif, sebagai keberhasilan koperasi pengelolaan tambang, pengiriman pupuk di negara maju.
"Sudah banyak kisah sukses koperasi mengelola jaringan bisnis utama sebuah negara, seperti Koperasi padi Zen Noh di Jepang, koperasi susu Frisian Flag di Belanda, dan koperasi kesehatan Unimed di Brazil," jelas Turino, yang pernah menjadi Ketua Kokesma Institut Teknologi Bandung (ITB).
Menurut dia, koperasi desa itu adalah visi besar pemerintah untuk membawa desa-desa di Indonesia menuju jaringan global. "Koperasi, berbeda dengan BUMDes, adalah badan hukum usaha yang diakui secara internasional. Kopdes MM di daerah peternak sapi perah bisa kerja sama dengan pabrik susu di New Zealand atau di Belanda. Jaringan koperasi internasional saat ini sudah membentuk jaringan bisnis dengan omzet ribuan triliun," tutupnya. (Cah/P-3)