Kolonoskopi: Langkah Krusial dalam Deteksi Dini Kanker Kolon

1 week ago 13
 Langkah Krusial dalam Deteksi Dini Kanker Kolon Ilustrasi(Freepik)

TAHUKAH Anda bahwa ciri khas kanker adalah kemampuannya untuk membesar secara cepat dan menyebar ke organ tubuh lain? Itulah yang membuat kanker menjadi sulit diobati dan juga akan sangat baik untuk diatasi saat masih belum terjadi penyebaran atau stadium dini. 

Salah satu kanker yang bersifat silent killer adalah kanker kolon atau dikenal juga dengan sebutan kanker kolorektal (kanker usus besar).  Karena awal kemunculannya sering kali tidak disadari.

"Akhir-akhir ini, kanker kolon bukan hanya menyerang usia lanjut di atas lima puluh tahun, melainkan kalangan muda berusia 20 tahun ke atas mulai rentan terkena kanker kolon. Karena itu, penting untuk selalu waspada dan mendeteksi munculnya kanker kolon sejak dini," ujar dokter spesialis penyakit dalam dari RS Siloam MRCCC Semanggi Randy Adiwinata, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Kamis (10/4)

Apa Itu Kanker Kolon  

Randy mengatakan, berdasarkan data The Global Cancer Observatory (Globocan), pada 2022, ada lebih dari 1,9 juta kasus kanker kolon terdeteksi di seluruh  dunia. 

MI/HO--Dokter spesialis penyakit dalam dari RS Siloam MRCCC Semanggi Randy Adiwinata

Selain itu, dikutip dari  situs IARC,  World Health Organization (WHO), kanker kolorektal mengakibatkan lebih dari 900.000 orang meninggal dunia per tahun, menjadikannya penyebab kematian kedua di dunia setelah kanker paru-paru. 

"Kanker kolon merupakan kanker yang  tumbuh di area usus besar. Ini tidak  serta merta muncul melainkan berproses. Sebagian besar berasal dari polip yang kecil dan terus tumbuh mengalami mutasi genetik, hingga akhirnya pertumbuhan tumor tidak terkendali dan menjadi  ganas," ujar Randy.

Gejala Kanker Kolon

Kanker kolon sering kali terabaikan karena pada stadium awal tidak menunjukkan gejala yang jelas. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala-gejala yang dapat menandai kanker kolon.

Berikut ini adalah gejala kanker kolon antara lain:

Perubahan pola dan konsistensi feses 

Frekuensi BAB yang menjadi lebih sering atau lebih jarang dari biasanya, serta perubahan bentuk atau tekstur feses tanpa penyebab yang jelas.

BAB (Buang Air Besar) berdarah 

Adanya darah segar atau darah yang bercampur dengan feses, yang dapat menjadi tanda perdarahan dalam saluran pencernaan.

Perasaan BAB tidak tuntas 

Sensasi seolah-olah usus belum sepenuhnya kosong setelah buang air besar, meskipun sudah dilakukan berkali-kali.

Anemia 

Kekurangan sel darah merah yang dapat menyebabkan kelelahan, pucat, dan lemas, sering kali akibat perdarahan kronis di usus besar.

Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas 

Berat badan turun secara signifikan tanpa perubahan pola makan atau aktivitas fisik yang berbeda.

Adanya benjolan pada perut atau dubur 

Teraba massa atau pembengkakan yang bisa menjadi tanda adanya pertumbuhan abnormal di dalam usus besar atau di sekitar area dubur.

Sumbatan usus yang parah 

Kanker yang membesar dapat menghalangi saluran usus, menyebabkan kesulitan buang air besar dan buang angin, yang bisa berujung pada kondisi darurat medis.

Perut membesar 

Akumulasi gas atau cairan di dalam rongga perut akibat gangguan pada usus, yang bisa menjadi indikasi kanker kolon stadium lanjut.

Faktor Risiko

Faktor risiko kanker kolon bersifat multifaktorial dan dipengaruhi oleh berbagai aspek. 

"Salah satu faktor utama adalah faktor genetik, yaitu riwayat keluarga dengan kanker kolon dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap penyakit ini," ujar Randy. 

Selain itu, usia juga berperan penting, karena kanker kolon lebih sering terjadi pada individu berusia 50 tahun ke atas. 

Gaya hidup dan kondisi kesehatan tertentu, lanjut Randy, turut menjadi pemicu, seperti obesitas dan diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko. Keberadaan polip usus yang tidak ditangani juga berpotensi berkembang menjadi kanker.

Kebiasaan tidak sehat, seperti merokok, kurangnya asupan serat dalam pola makan, serta tingginya konsumsi daging merah, turut berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker kolon. 

Selain itu, kondisi medis tertentu seperti penyakit radang usus kronik (Inflammatory Bowel Disease), juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena kanker kolon. Memahami berbagai faktor risiko ini sangat penting untuk pencegahan serta deteksi dini yang lebih efektif.

Pencegahan

Kanker kolon dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat. Pertama, mulailah dengan mengurangi ultra processed food (UPF) atau makanan olahan yang tinggi garam dan berpengawet. Kedua, kurangi konsumsi daging merah. Ketiga, biasakan konsumsi makanan berserat. 

"Semua ini akan lebih efektif kalau Anda merutinkan olahraga dan berhenti merokok.  Selain itu, tetap waspada dengan memperhatikan  pola BAB dan perubahan pada konsistensi kotoran (feses)," ungkap Randy.  

Diagnosis dan Tindakan Kolonoskopi

Penting untuk membedakan gejala kanker kolon dengan kondisi lain, termasuk wasir. 

"Perdarahan akibat kanker usus besar biasanya ditandai dengan darah berwarna segar yang bercampur dengan feses, disertai dengan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, serta perubahan pola dan konsistensi feses," ujar Randy. 

Sementara itu, perdarahan akibat wasir umumnya tidak menimbulkan rasa nyeri, dengan darah yang tidak bercampur dengan feses, melainkan menetes setelah BAB, dan sering terjadi pada feses yang keras. 

Memahami perbedaan ini dapat membantu deteksi dini serta penanganan yang lebih tepat. Akan tetapi, untuk membedakan secara tepat perlu pemeriksaan penunjang yang lebih akurat. Jika mengalami gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan dengan tenaga medis untuk pemeriksaan lebih lanjut.

”Pada prinsipnya  semua perdarahan pada kotoran merupakan alarm bahwa seorang  pasien  memerlukan evaluasi  dari dokter. Seringkali pasien menganggap ini wasir. Setelah diperiksa lebih lanjut ternyata itu kanker usus besar stadium lanjut,” tutur Randy

Diagnosis kanker kolon utamanya dilakukan melalui tindakan kolonoskopi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan selang endoskopi melalui dubur untuk memeriksa permukaan dalam usus. 

Dengan kolonoskopi, dokter akan mengambil sampel atau biopsi dari massa kanker. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis kanker serta mutasi genetiknya.  

Selain itu, dokter juga bisa menggunakan CT scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), bahkan Positron Emission Tomography (PET) scan untuk memeriksa lebih lanjut penyebaran kanker.

Randy menambahkan, ”American College of Gastroenterology merekomendasikan skrining kolonoskopi pada semua orang dengan atau tanpa gejala pada usia 45 tahun. Ini untuk mendeteksi kemungkinan  polip usus sehingga  kanker usus bisa dicegah. Cara lain adalah melakukan pemeriksaan darah samar pada feses. Apabila ditemukan darah, kolonoskopi tetap perlu dilakukan.”

Seperti kasus aktor besar Ryan Reynolds, dengan tindakan kolonoskopi dokter menemukan polip di usus besarnya, yang jika tidak terdeteksi sejak dini bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius. 

Menurut Randy, penemuan polip ini berpotensi menyelamatkan nyawa Reynolds, mengingat deteksi dini kanker usus besar dapat meningkatkan peluang penyembuhan secara signifikan. 

Penanganan Kanker Kolon 

Penanganan kanker kolon harus dilakukan secara multidisiplin. Dokter yang terlibat terdiri dari dokter ahli onkologi, dokter ahli gastroenterologi, dokter ahli bedah, ahli radioterapi, ahli gizi, perawat stoma, termasuk alat penunjangnya. 

Saat ini, terapi kanker kolon sudah berkembang sangat pesat. Para dokter bisa menerapkan terapi  yang  lebih  tepat melalui pemeriksaan mutasi  genetik dan pemeriksaan biomarker. Hasil terapinya lebih maksimal dengan efek samping lebih minimal. 

Di antaranya dengan terapi imun (immunotherapy) atau terapi bertarget (targeted therapy). Immunotherapy adalah terapi dengan memanfaatkan kekebalan tubuh untuk melawan penyakit. 

Pada kanker kolon stadium awal, terapi pembedahan umumnya menjadi pilihan. Tujuannya untuk mengangkat seluruh kanker usus besar. Sedangkan pengobatan lanjutan dengan kemoterapi tergantung pada stadium kanker. Pada beberapa kasus, kemoterapi dilakukan  lebih dulu untuk mengecilkan kanker agar pembedahan bisa dilakukan. Radiasi  juga bisa menjadi tambahan pengobatan.

”Penanganan kanker kolon di RS Siloam MRCCC Semanggi dilakukan secara multidisiplin. Kami melakukan multidisciplinary team meeting, mendiskusikan rencana tindak lanjut baik diagnostik maupun terapi. Tim terdiri dari ahli yang berpengalaman di bidangnya.  Ada konsultan onkologi, konsultan gastroenterologi, tim radioterapi, spesialis bedah, spesialis gizi, spesialis radiologi  yang saling menunjang satu sama lain untuk merawat pasien kanker kolon. Selain itu, terdapat perawat ahli luka untuk stoma dan juga unit paliatif untuk para pasien kanker kolon stadium lanjut,” jelas Randy. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |