Kejagung Diingatkan tidak Masuk Angin Usut Megakorupsi BBM

2 weeks ago 11
Kejagung Diingatkan tidak Masuk Angin Usut Megakorupsi BBM Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kedua kiri) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

DIREKTUR LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan mengingatkan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung tidak masuk angin menangani kasus megakorupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

"Kami berharap kasus penegakan pidananya berjalan lancar dan jangan layu sebelum berkembang juga," ujarnya usai acara peluncuran Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan di Kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2).

Pihaknya menyoroti potensi penyidikan tersebut diintervensi oleh pihak lain, sehingga rangkaian kasus yang sudah diungkap sebelumnya menjadi tak maksimal saat dibawa ke pengadilan.

"Kami khawatir kejaksaan diintervensi oleh banyak pihak, misalnya modus manipulasi RON 92-nya enggak ada dalam dakwaan, kan bahaya betul itu," terang Fadhil.

Menurut Fadhil, proses blending atau pengoplosan minyak dengan RON 92 atau yang lebih dikenal di pasaran dengan nama pertamax dengan RON 90 atau pertalite yang kemudian dijual dengan harga pertamax hanyalah salah satu kejahatan yang terjadi dalam rangakaian megakorupsi tersebut.

Berdasarkan konstruksi perkara yang dijabarkan Kejagung, dugaan korupsi tata kelola minyak mentah itu dimulai sejak pengondisian cadangan minyak dalam negeri sehingga dilakukan ekspor. Selain itu, celah korupsi lainnya juga dilakukan lewat impor minyak mentah lewat broker. 

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengingatkan, rangkaian korupsi yang terjadi di perusahaan pelat merah itu sangat terstruktur dan terencana. Indikasi pertama, sambungnya, adalah permufakatan jahat menurunkan produksi kilang dalam negeri sehingga timbul alasan impor untuk pemenuhan kebutuhan di Tanah Air.

"Kedua, tender impor dimainkan. Bahkan hanya tender pura pura semata. Pemenang sudah ditentukan sebelum lelang. Harga ditentukan dengan cara sekongkol sebelum lelang," jelas Zaenur.

Praktik lainnya yang terjadi adalah dengan mark-up harga impor minyak dan impor minyak jenis RON 90 yang menggunakan harga RON 92. Dengan terstrukturnya kejahatan tersebut, Zaenur menduga masih bakal ada pihak lain yang dijadikan tersangka. Sejauh ini, penyidik JAM-Pidsus sudah menersangkakan sembilan orang.

"Masih terbuka ada ada pelaku pelaku lain yang bahkan punya peran lebih sentral. Tugas penyidik harus kembangkan. Ungkap secara lengkap kejahatannya. Bongkar mafianya," kata Zaenur.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, proses blending atau pengoplosan RON tinggi dan RON rendah ditemukan penyidik berdasarkan fakta hukum. Untuk mendapat kejelasan soal praktik blending yang menjadi isu liar di tengah masyarakat, ia memastikan bahwa penyidik bakal menggandeng ahli. 

"Kita juga mengharapkan ada ahli yang menjelaskan itu. Karena yang sedang kita pastikan sekarang ini (blending) antara RON dengan RON," ujar Harli. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |