Intervensi Dini Bantu Perkembangan Anak dengan Autisme

2 days ago 8
Intervensi Dini Bantu Perkembangan Anak dengan Autisme DIREKTUR Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi(Dok. Antara/Livia Kristanti)

DIREKTUR Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan penanganan autisme harus berfokus pada intervensi dini, pendekatan individualisasi, keterlibatan keluarga, kolaborasi multidisiplin, dan dukungan komunitas. Intervensi dini, terutama pada anak usia 0-3 tahun, terbukti memberikan dampak signifikan pada perkembangan anak.

Selain itu, pendekatan berbasis bukti seperti Applied Behavior Analysis (ABA) dapat menjadi solusi efektif. Namun, program-program ini sering kali tidak efektif karena masyarakat belum memahami pentingnya intervensi tersebut akibat rendahnya literasi kesehatan.

Ia mencontohkan di Yogyakarta berhasil mengintegrasikan anak-anak dengan autisme ke dalam kelas reguler melalui program inklusi. Program ini melibatkan pelatihan intensif bagi guru dan metode pembelajaran berbasis visual.

"Komunitas lokal di Yogyakarta juga aktif mengadakan kampanye kesadaran untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang autisme," kata Imran, Senin (31/3).

Di tingkat internasional, Autism Treatment Network (ATN) di Amerika Serikat menyediakan panduan praktik terbaik untuk diagnosis dan intervensi autisme. Sebagai bagian dari programnya, ATN juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi kesehatan.

National Autistic Society di Inggris mempromosikan pendekatan berbasis komunitas yang mencakup pelatihan keterampilan sosial dan program kerja bagi remaja dan dewasa muda dengan autisme. Rendahnya literasi kesehatan di Indonesia mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang autisme, yang sering kali memicu stigma dan keterlambatan dalam mencari bantuan profesional.

Kampanye edukasi publik menjadi langkah penting untuk menjembatani kesenjangan ini. Pemerintah dapat menggandeng media massa, organisasi non-profit, dan komunitas lokal untuk menyebarluaskan informasi tentang autisme dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awam.

Selain itu, integrasi literasi kesehatan ke dalam kurikulum pendidikan formal dapat membantu generasi muda memahami isu-isu kesehatan sejak dini, termasuk autisme.

"Tenaga kesehatan dan pendidik juga perlu dilatih untuk mendeteksi dini dan menyampaikan informasi tentang autisme secara jelas dan efektif, sesuai dengan tingkat literasi masyarakat setempat," ujarnya.

Dengan meningkatkan literasi kesehatan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi individu dengan autisme serta keluarganya. Upaya ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup mereka tetapi juga mengurangi stigma sosial dan kesenjangan layanan kesehatan.

Rendahnya literasi kesehatan di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan pemahaman tentang autisme harus menjadi prioritas dalam upaya kolaborasi lintas sektor ini. Setiap stakeholder memiliki tanggung jawab spesifik, tetapi keberhasilan program nasional akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk bekerja sama dalam kerangka pendekatan holistik.

"Dengan peran yang terkoordinasi dari semua stakeholder, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi individu dengan autisme serta keluarganya. Paling tidak, sektor kesehatan, pendidikan dan sosial menjadi pemain utama dalam upaya yang akan berdampak tidak hanya pada peningkatan kualitas hidup mereka tetapi juga pada pengurangan stigma sosial yang sering kali menjadi hambatan utama," pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |