Industri Lokal Melemah, Moratorium Ekspor Kelapa Bulat Perlu Dipertimbangkan

9 hours ago 8
Industri Lokal Melemah, Moratorium Ekspor Kelapa Bulat Perlu Dipertimbangkan Ilustrasi. Buruh mengupas kelapa di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan .(Antara/Nila Fu'adi)

KETUA Umum Asosiasi Briket Kelapa Nusantara (Asbrintara) Denni Fauzi menyebut masifnya ekspor kelapa bulat menyebabkan industri lokal kehilangan bahan baku. Para pengusaha lokal pun mulai kewalahan.

Hal itu lantaran bahan baku yang biasa mereka dapat dengan mudah kini langka dan mahal. Pemerintah yang diharapkan dapat bergerak cepat, sambung dia, justru terkesan lalai menyikapi persoalan tersebut.

“Kalau terus begini, pabrik dan industri lokal yang bergantung dengan kelapa bisa tutup. Pengusaha lokal sudah mulai melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Kemendag (Kementerian Perdagangan) harus cepat mencarikan solusi. Bahkan, ada beberapa teman pengusaha yang sudah menjual aset untuk menggaji karyawan karena mahal dan sulitnya mendapatkan kelapa,” ujar Denni, dalam keterangannya, Jumat (25/4).

Menurutnya, di balik kilau angka ekspor kelapa bulat yang terus menanjak, ada jantung industri dalam negeri yang mulai melemah. Pabrik santan, pengolahan minyak kelapa, hingga industri makanan kecil di berbagai daerah kini kesulitan mendapatkan bahan baku. Kelapa bulat yang menjadi bahan dasar serbaguna tak lagi mudah ditemukan.

“Kelapa bulat bukan hanya produk mentah. Ia adalah titik awal dari ribuan industri kecil hingga menengah yang menyerap jutaan tenaga kerja,” ujarnya.

Kementerian Perdagangan, sambung dia, sejauh ini belum memberikan sinyal kebijakan konkret. Para pelaku industri, pengusaha kaki lima makanan sampai kebutuhan rumah tangga berharap kebijakan pemerintah cepat dan solutif.

"Kelapa bukan sekadar buah ekspor. Ia adalah salah satu urat nadi ekonomi rakyat. Jangan tunggu pabrik tutup baru negara bereaksi. Ini sudah menjadi bola salju bagi pemerintah, semakin lama masalah ini akan semakin besar, sebelum gerakan gelombang masyarakat semakin masif."

Dia menambahkan, pihaknya mendesak menteri perdagangan segera melakukan moratorium ekspor kelapa bulat sampai ekosistem usaha dan kebutuhan di  dalam negeri stabil. "Serta paralel dengan pemerintah merancang aturan yang dapat mengakomodir petani, pelaku usaha sampai dengan kebutuhan rumah tangga," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kemendag Fajarini Puntodewi mengatakan kebijakan terkait ekspor kelapa bulat masih dalam tahap pembahasan. "Sedang dibahas, sedang digodok lebih lanjut," ujar Puntodewi di Jakarta, Kamis (24/4).

Puntodewi menyampaikan pembahasan mengenai kebijakan ekspor kelapa harus memperhatikan kepentingan hulu dan hilir. Oleh karena itu, menurutnya pembahasan untuk kebijakan ini akan terus bergulir.

Ia memastikan bahwa nantinya kebijakan baru ini akan memihak kepada perlindungan pasar dalam negeri, sekaligus tetap mendorong peningkatan ekspor. "Intinya itu, kita kan pertama pengamanan pasar dalam negeri, kemudian mendorong ekspor. Jadi nanti kebijakan itu pastinya arah ke situ."

Terkait usulan Kementerian Perindustrian untuk penerapan moratorium ekspor kelapa bulat guna menstabilkan harga kelapa dalam negeri, dia menyebut masih menunggu hasil diskusi antara pemangku kepentingan.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebutkan pengusaha lebih tertarik melakukan ekspor kelapa bulat karena harganya lebih tinggi yang menyebabkan stok kelapa di dalam negeri berkurang.

Budi menyampaikan Kemendag sudah melakukan pertemuan dengan pelaku industri kelapa dan para eksportir untuk membahas harga kelapa yang mahal. Berdasarkan pertemuan tersebut, didapatkan bahwa harga kelapa yang diekspor lebih mahal sehingga lebih banyak pengusaha yang mengalihkan stoknya untuk dijual keluar negeri.

"Kan ini mahal, karena di ekspor ya. Harga ekspor memang lebih tinggi daripada harga dalam negeri. Karena semua ekspor, akhirnya jadi langka dalam negeri," kata Budi, di Jakarta, Kamis (17/4). (Ant/P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |