
KEPALA Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai perlu ada pengawasan berlapis dalam pengelolaan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Berdasarkan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memuat keberadaan Danantara, menyebut badan pengelola investasi tersebut tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita bisa belajar dari Temasek Holdings di Singapura, yang mana pengawasannya harus berlapis," ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (23/2).
Rizal mewanti-wanti agar pengelolaan Danantara tidak bernasib sama dengan badan investasi milik Malaysia bernama 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang menjadi sumber skandal akibat penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, pencucian uang oleh pemimpin setempat.
"Kasus tersebut membuktikan pengawasan internal saja tidak cukup untuk mencegah intervensi politik dan mismanajemen aset," ucapnya.
Menurutnya, pengawasan terhadap Danantara tidak cukup dilakukan oleh pihak internal atau melalui dewan pengawas dan komisaris. Perlu ada pengawasan dari BPK atau lembaga independen yang memiliki otoritas penuh untuk mengaudit dan menilai kinerjanya secara objektif. Hal ini sebagai bentuk transparansi kepada publik. Jika tidak demikian, maka risiko penyimpangan akan muncul.
"Tanpa mekanisme check and balance yang melibatkan auditor independen, misalnya BPK, keputusan investasi dan pengelolaan aset bisa berjalan tanpa kontrol," imbuhnya.
Selain itu, ketentuan yang menyatakan bahwa dewan pengawas, badan pelaksana, dan pegawai Danantara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang terjadi menimbulkan pertanyaan serius tentang akuntabilitas dan tata kelola yang baik. Kebijakan semacam ini berpotensi menciptakan moral hazard atau penyimpangan moral dalam pengelolaan Danantara.
"Pengelola Danantara bisa bertindak tanpa rasa takut dan berpotensi semena-mena terhadap konsekuensi hukum," tutupnya. (H-3)