Diserang Hama Wereng Cokelat, Petani di Aceh Kembali Resah

2 weeks ago 16
Diserang Hama Wereng Cokelat, Petani di Aceh Kembali Resah Penampakan tanaman pagi yang mengering lantaran diserang hama wereng cokelat.(MI/Amiruddin Abdullah Reubie)


KERESAHAN petani menjelang musim panen raya di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, kembali terulang. Itu karena tanaman padi berusia sekitar tiga bulan atau menjelang panen, di kawasan itu mulai terserang hama wereng cokelat.

Mereka berharap serangan berbahaya itu segera akan berakhir yakni tidak sampai berakibat gagal panen. Ironisnya serangan hama jenis serangga kecil berwarna cokelat dan berjalan miring itu sudah tiga tahun berturut-turut cukup parah.

Bahkan pada musim tanam rendengan (musim tanam utama) 2024 lalu ada lahan sawah sampai puso (gagal panen) akibat tidak teratasi. Petani berharap jangan sampai terulang kegagalan seperti sebelumnya.

Amatan Media Indonesia, Sabtu (22/2) lokasi yang sudah terserang hama penghisap cairan batang padi dan menyebabkan berbagai jenis virus berbahaya itu antara lain di Kecamatan Delima. Penyebaran dan populasi hama yang dalam bahasa ilmiah nilaparvata lugens, itu tergolong sangat cepat.

Di Desa Pulo Tunong, Kemukiman Gampong Aree, Kecamatan Delima, misalnya baru sekitar lima hari terjadi serangan, hampir setengah petak sawah musnah. Kondisi daun dan batang padi gosong dan mengering. "Begitu terserang, batang dan daun sudah mengering seperti jerami," tutur tokoh masyakat tani di Kecamatan Delima, Abdullah.

Sesuai penelusuran Media, petani Aceh, termasuk di Kabupaten Pidie sekitar tiga tahun terakhir gemar menggunakan benih galur (benih ilegal tidak ada uji laboratorium dan ber label). Benih liar tersebut tidak ada izin sebar oleh lembaga pemerintah terkait.

Berdasarkan investigasi tahun lalu, sebagian besar lahan sawah yang terserang hama wereng cokelat dan penyakit blas adalah menggunakan benih galur. Namun hampir semua petani sulit mememahami apa itu benih galur dan tidak mengetahui benih tersebut tidak tahan hama penyakit.

Bahkan mereka menggunakan benih galur yang sudah pernah induknya terserang penyakit berulang-kali setiap musim turun ke sawah. Dinas Pertanian Pangan Kabupaten Pidie, Pemprov Aceh dan lembaga pengawasan benih sejauh ini belum melakukan tindakan.

Padahal Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) serta Balai Perbenihan Pengawasan Sertifikasi Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (BPPSTPH) harus mengawasi dan mengambil tindakan cepat dan tepat.

"Tersebar benih palsu atau ilegal tanpa prosedur penyaluran, bukan hanya merugikan penangkaran resmi yang sudah membayar pajak. Tapi lebih berbahaya lagi merugikan petani, gagal produksi panen dan terancam target produksi beras nasional" tutur Prof Helmi, dosen senior fakultas pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) yang ahli ilmu tanah lulusan Doktor Universitas Nagoya Jepang. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |