
DEWAN Kerja Sama Teluk (GCC) mengecam serangan Israel terhadap Suriah dan mendesak masyarakat internasional untuk mengambil tindakan mendesak dan tegas untuk menghentikan pelanggaran terang-terangan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, Sekretaris Jenderal GCC Jasem Albudaiwi mengecam serangan udara militer Israel yang menargetkan lokasi militer Suriah, kendaraan dan depot amunisi.
Setelah serangan itu, Saluran 14 Israel melaporkan bahwa pasukan darat Israel telah melintasi zona penyangga di Suriah selatan, menghancurkan depot senjata bersamaan dengan serangan udara.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengumumkan bahwa pasukan Israel akan tetap berada di zona penyangga untuk masa mendatang dan mengubah Suriah selatan menjadi zona demiliterisasi.
Albudaiwi mengutuk keras serangan tersebut, menyebutnya sebagai pelanggaran mencolok terhadap perjanjian dan hukum internasional yang mengancam keamanan dan stabilitas regional.
Ia menegaskan bahwa agresi Israel yang sedang berlangsung melemahkan upaya perdamaian dan memicu ketidakstabilan.
Ia menekankan perlunya intervensi global yang mendesak dan tegas guna mengekang pelanggaran ini, yang mengancam keamanan internasional dan regional.
Pernyataan GCC juga merujuk pada Pertemuan Menteri Luar Biasa ke-46, yang mengutuk serangan berulang Israel terhadap Suriah, termasuk pendudukannya atas zona penyangga. Ini pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Suriah dan Perjanjian Pelepasan tahun 1974.
Albudaiwi menegaskan kembali sikap GCC terhadap penarikan penuh Israel dari semua wilayah Suriah yang diduduki dan kepatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan.
Setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada bulan Desember, Israel memperluas pendudukannya di Dataran Tinggi Golan Suriah dengan merebut zona penyangga demiliterisasi, sebuah tindakan yang melanggar perjanjian pelepasan diri dengan Suriah tahun 1974. Israel juga mengintensifkan serangan udara yang menargetkan posisi militer Suriah di seluruh negeri.
Peningkatan militer Israel baru-baru ini di Dataran Tinggi Golan, yang telah didudukinya sejak 1967 telah menuai kecaman dari PBB dan beberapa negara Arab.
Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada 8 Desember, mengakhiri rezim Partai Baath, yang telah berkuasa sejak 1963.
(Fer/I-1)