Berhasil Tekan Biaya Produksi, Laba Bersih NICL Melambung 1.000 Persen

3 weeks ago 19
Berhasil Tekan Biaya Produksi, Laba Bersih NICL Melambung 1.000 Persen NICL berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp1,44 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 26,37% pada 2024 jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya sebesar Rp1,14 triliun.(Dok. NICL)

EMITEN sektor pertambangan yang dikendalikan Christopher Sumasto Tjia (Beneficial Owner) lewat PT PAM Metalindo, yakni NICL, berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp1,44 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 26,37% pada 2024 jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya sebesar Rp1,14 triliun.

Direktur Utama NICL Ruddy Tjanaka menjelaskan, di tengah penurunan permintaan nikel di Indonesia, perseroan berhasil meningkatkan volume penjualan nikel dari tahun lalu sebesar 1.848.007,82 mt menjadi sebesar 2.300.914,78 mt.

Disamping itu, perseroan juga berhasil melakukan efisiensi biaya produksi sehingga laba kotor perseroan meningkat tajam, dari Rp136,66 miliar menjadi Rp517,26 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 278,50% (yoy) pada tahun 2024. Hal itu membuat perseroan mampu mencetak marjin laba kotor yang tinggi pada 2024 sebesar 35,86%, tumbuh melesat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 11,97%.

"Kendati kondisi industri nasional yang kurang menguntungkan, yakni harga acuan nikel domestik sejak semester kedua tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 9,19%, perseroan tetap optimistis dan mampu mengatasi tantangan tersebut. Pada tahun 2024, perseroan telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 dengan total volume penjualan yang telah disetujui sebesar 7.000.000 WMT," paparnya dalam keterangan resmi, Rabu (26/3)

"Perseroan juga berhasil menggenjot produksi dan meningkatkan volume penjualan sesuai dengan kapasitas RKAB. Selain itu, perseroan juga berhasil melakukan efisiensi biaya produksi," imbuh Ruddy.

Sejalan dengan peningkatan laba kotor, ujarnya, laba usaha perseroan juga meroket dari sebelumnya hanya sebesar Rp45,16 miliar pada 2023 menjadi Rp414,10 miliar pada tahun 2024 atau meningkat sangat signifikan sebesar 816,88%. Selain disebabkan oleh naiknya volume penjualan, hal itu juga disebabkan adanya efisiensi pada beban umum dan administrasi.

Dengan efisiensi biaya yang dilakukan perseroan dan peningkatan volume penjualan, laba tahun berjalan perseroan melambung tajam sebesar Rp318,75 miliar pada tahun 2024 dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp27,13 miliar. Laba tahun berjalan 2024 meningkat tajam sebesar 1.074,71% dari tahun sebelumnya.

Perseroan memiliki dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang nikel di Desa Laroenai, Kecamatan Bungku Pesisir, Sulawesi Tengah, seluas 198 Ha melalui perseroan dan seluas 576 Ha di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, melalui Entitas Anak Perseroan yaitu PT Indrabakti Mustika (IBM).

Saat ini, sumber daya daerah IUP perseroan adalah sebesar 12,771 juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,20%. Sedangkan sumber daya daerah IUP Entitas Anak, IBM, adalah sebesar 74,497 juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,10%.

Dari sisi Neraca, perseroan mencatatkan total aset pada 2024 sebesar Rp1,05 triliun atau tumbuh sekitar 22,56% dibandingkan dengan total aset pada 2023 yaitu sebesar Rp856,83 miliar.

Di sisi lain, rasio utang terhadap ekuitas perseroan pada 2024 tercatat hanya sebesar 19,58%. Hal itu menggambarkan perseroan memiliki kondisi balance sheet yang sangat sehat.

Sementara itu, untuk total ekuitas perseroan mengalami peningkatan, dari Rp745,47 miliar menjadi Rp878,18 miliar pada 2024. Hal itu disebabkan oleh peningkatan saldo laba perseroan yang sangat signifikan.

"Kami cukup optimistis atas pencapaian perseroan di tahun 2024, karena berhasil meningkatkan kinerja operasional dan kinerja keuangan tanpa adanya beban utang bank," papar Ruddy.

Pada 2025 ini, terdapat katalis positif yang mampu menggerakkan peningkatan harga nikel untuk ke depannya. Proyeksi tersebut didasari oleh penutupan tambang komoditas nikel di beberapa negara produsen yang memiliki biaya produksi tinggi seperti Australia, Filipina, dan sejumlah negara di Eropa sehingga pasokan nikel dunia akan mengalami pengurangan dan diharapkan mampu mengerek harga nikel. (Fal/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |