Benarkah Teleskop James Webb Menemukan Kehidupan di Planet K2-18b? Ini Kata Ilmuan

4 hours ago 3
Benarkah Teleskop James Webb Menemukan Kehidupan di Planet K2-18b? Ini Kata Ilmuan Teleskop luar angkasa James Webb temukan kehidupan baru(Doc NASA)

PLANET yang sedang naik daun di dunia astronomi saat ini adalah K2-18b sebuah dunia misterius yang berpotensi bisa dihuni dan mengelilingi bintang merah kecil di rasi bintang Leo. Letaknya sekitar 124 tahun cahaya dari Bumi. 

Meski mustahil bagi manusia untuk mendarat di sana, teleskop luar angkasa James Webb (JWST) baru-baru ini menangkap sesuatu yang bikin para ilmuwan penasaran: tanda-tanda kehidupan di sebuah lautan luas yang hangat?

Penelitian yang dipimpin oleh tim dari Universitas Cambridge dan dirilis pada 17 April lalu, menyebutkan bahwa mereka menemukan sinyal kimia di atmosfer planet tersebut yang bisa jadi berasal dari kehidupan. Dalam pernyataan resmi, Cambridge bahkan menyebutnya sebagai "bukti paling menjanjikan" sejauh ini tentang kemungkinan adanya kehidupan di luar Bumi.

Tapi, seperti biasa dalam dunia sains, tidak semua orang langsung percaya. Dalam waktu seminggu setelah publikasi, makin banyak ilmuwan yang angkat bicara dan menyampaikan keraguannya.

“Signifikansi statistiknya masih tipis,” kata Eddie Schwieterman, astrobiolog dari University of California, Riverside, yang tidak terlibat dalam riset ini. 

“Ada banyak alasan untuk skeptis,” tambahnya.

“Saya hampir yakin itu bukan tanda kehidupan,” ujar Tessa Fisher, astrobiolog dari University of Arizona, kepada Nature.com.

Jadi, Apa yang Sebenarnya Ditemukan JWST?

Berbeda dengan teleskop biasa yang mengambil gambar, JWST bekerja dengan inframerah. Alih-alih melihat permukaan planet, ia mendeteksi sinyal kimia di atmosfer seperti menebak isi rumah dari bayangan jendelanya. Alat ini membaca bagaimana cahaya dari bintang diserap atau dipantulkan kembali oleh molekul-molekul di atmosfer planet.

Dalam studi terbarunya, tim Cambridge menggunakan alat JWST bernama Mid-Infrared Instrument (MIRI) untuk mendeteksi dua senyawa berbasis belerang: dimetil sulfida (DMS) dan dimetil disulfida (DMDS). Di Bumi, senyawa ini cuma dihasilkan oleh mikroorganisme seperti fitoplankton di laut. Sejauh ini, belum ada mekanisme alami lain yang diketahui bisa menghasilkan DMS tanpa bantuan makhluk hidup.

Temuan ini memperkuat hasil sebelumnya dari tahun 2023, yang juga sempat mendeteksi jejak DMS menggunakan instrumen JWST lainnya.

Meski demikian, tim peneliti sendiri tidak langsung percaya begitu saja. Mereka menyebut temuan ini sangat menarik, tapi masih perlu diuji lebih lanjut. Bahkan penulis utamanya, Nikku Madhusudhan, mengatakan dengan jelas bahwa mereka tidak mengklaim telah menemukan kehidupan.

“Kami nggak bilang kami menemukan kehidupan,” ujarnya. “Tapi dalam skenario terbaik, ini menunjukkan kemungkinan adanya kehidupan,” lanjutnya.

Secara statistik, deteksi DMS ini punya tingkat keyakinan tiga sigma artinya kemungkinan ini terjadi karena kebetulan adalah 0,3%. Tapi, untuk sebuah penemuan ilmiah yang kuat, biasanya dibutuhkan lima sigma. Jadi, masih butuh banyak bukti tambahan.

Madhusudhan juga menanggapi kritik yang menyebut timnya terlalu cepat membuat klaim besar. Menurutnya, masyarakat berhak ikut merasakan proses ilmiah ini.

“Riset ini didanai publik, jadi publik berhak ikut menikmati perjalanannya,” katanya. “Kita aja udah senang waktu kirim robot ke Mars, padahal belum tentu nemu kehidupan di sana. Ini juga seperti itu,” tambahnya.

Belum Ada Bukti yang Kuat

Untuk saat ini, satu-satunya data yang tersedia baru dari tim Cambridge. Data lengkap dari JWST yang menjadi dasar riset mereka baru akan dibuka untuk umum pada 27 April. Setelah itu, para ilmuwan lain bisa mulai mengecek dan memberikan analisis mereka sendiri.

Tapi, beberapa peneliti sudah mencoba menganalisis data dengan model mereka sendiri dan hasilnya nihil.

Awal tahun ini, sekelompok ilmuwan mencoba meneliti ulang atmosfer K2-18b dengan alat JWST yang sama seperti di studi 2023. Mereka menyimpulkan tidak ada bukti signifikan tentang keberadaan DMS. Hasil ini diunggah ke situs pracetak arXiv.

Kemudian pada 22 April, astrofisikawan dari Oxford, Jake Taylor, menganalisis ulang data terbaru dengan pendekatan sederhana yang biasa dipakai di studi planet luar tata surya. Hasilnya? Tetap tidak ada jejak DMS.

“Tidak ada bukti kuat keberadaan senyawa dalam spektrum atmosfer K2-18b,” tulis Taylor.

Schwieterman juga menunjukkan kejanggalan lain. Jika memang ada DMS, seharusnya saat terkena sinar ultraviolet dari bintang, ia akan pecah dan membentuk molekul lain seperti etana dan etilena. Tapi, molekul-molekul itu tidak ditemukan dalam data JWST. Aneh, bukan?

Lalu, Apa Langkah Selanjutnya?

Semua pihak sepakat: riset ini belum selesai. Masih butuh lebih banyak pengamatan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi di K2-18b. Untungnya, planet ini cukup sering melintasi depan bintangnya setiap 33 hari sekali. Jadi, mendapatkan waktu tambahan untuk mengamatinya lewat JWST bukan hal yang sulit.

Bisa dibilang, ini baru awal dari petualangan panjang mencari kehidupan di luar Bumi. Kita belum tahu jawabannya, tapi sains bekerja dengan sabar dan siapa tahu, suatu hari nanti, K2-18b benar-benar jadi titik terang pertama tentang kehidupan lain di alam semesta.

Sumber: yahoo.com

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |