Baterai Nuklir Baru Ubah Radiasi Gamma Menjadi Listrik, Potensi untuk Energi Masa Depan

1 week ago 14
Baterai Nuklir Baru Ubah Radiasi Gamma Menjadi Listrik, Potensi untuk Energi Masa Depan Para peneliti dari The Ohio State University mengembangkan baterai inovatif yang mengubah radiasi gamma menjadi listrik menggunakan kristal scintillator dan sel surya.(freepik)

PARA peneliti mengembangkan baterai yang dapat mengubah energi nuklir menjadi listrik melalui emisi cahaya, menurut sebuah studi baru.

Pembangkit listrik tenaga nuklir, yang menyumbang sekitar 20% dari total listrik yang dihasilkan di Amerika Serikat, hampir tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca. Namun, sistem ini menghasilkan limbah radioaktif yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Membuang limbah ini dengan aman merupakan tantangan tersendiri.

Tim peneliti dari The Ohio State University menggunakan kombinasi kristal scintillator, yaitu material berkepadatan tinggi yang memancarkan cahaya saat menyerap radiasi, dengan sel surya. Mereka berhasil menunjukkan radiasi gamma dari lingkungan dapat dikumpulkan dan diubah menjadi listrik yang cukup kuat untuk menjalankan perangkat mikroelektronik, seperti mikrochip.

Untuk menguji baterai ini—prototipe kecil berukuran sekitar 4 sentimeter kubik—para peneliti menggunakan dua sumber radioaktif yang berbeda, yaitu cesium-137 dan kobalt-60. Keduanya merupakan produk fisi utama dari bahan bakar nuklir bekas. Pengujian dilakukan di Laboratorium Reaktor Nuklir Ohio State, yang mendukung penelitian mahasiswa dan fakultas, serta industri.

Hasilnya menunjukkan ketika menggunakan cesium-137, baterai ini menghasilkan 288 nanowatt. Sementara dengan kobalt-60, yang memiliki isotop lebih kuat, baterai mampu menghasilkan 1,5 mikrowatt, cukup untuk menyalakan sensor kecil.

Meskipun daya listrik untuk rumah dan perangkat elektronik biasanya diukur dalam kilowatt, penelitian ini menunjukkan dengan sumber daya yang tepat, teknologi ini dapat ditingkatkan hingga mencapai skala watt atau lebih tinggi, kata Raymond Cao, penulis utama studi ini sekaligus profesor teknik mesin dan dirgantara di Ohio State.

Para peneliti menyatakan baterai ini dirancang untuk digunakan di dekat lokasi produksi limbah nuklir, seperti kolam penyimpanan limbah nuklir atau sistem nuklir untuk eksplorasi luar angkasa dan laut dalam. Menariknya, meskipun radiasi gamma yang digunakan dalam penelitian ini sekitar 100 kali lebih menembus dibandingkan sinar-X atau CT scan, baterai ini sendiri tidak mengandung bahan radioaktif, sehingga tetap aman untuk disentuh.

"Kami mengambil sesuatu yang dianggap limbah dan mencoba mengubahnya menjadi harta karun," kata Cao, yang juga menjabat sebagai direktur Laboratorium Reaktor Nuklir Ohio State.

Menurut studi ini, komposisi kristal scintillator yang digunakan dalam prototipe mungkin juga berkontribusi pada peningkatan daya. Peneliti menemukan bentuk dan ukuran kristal mempengaruhi keluaran listrik akhir. Volume yang lebih besar dapat menyerap lebih banyak radiasi, sehingga menghasilkan lebih banyak cahaya dan meningkatkan produksi listrik. Selain itu, luas permukaan yang lebih besar membantu sel surya menghasilkan daya yang lebih tinggi.

"Hasil ini merupakan terobosan dalam output daya," kata Ibrahim Oksuz, salah satu penulis studi dan peneliti di bidang teknik mesin dan dirgantara di Ohio State. "Proses dua langkah ini masih dalam tahap awal, tetapi langkah selanjutnya adalah menghasilkan daya lebih besar dengan pengembangan skala lebih besar."

Karena baterai ini kemungkinan besar akan digunakan di lingkungan dengan radiasi tinggi yang tidak mudah diakses oleh publik, perangkat ini dapat bertahan lama tanpa mencemari lingkungan. Yang lebih penting, baterai ini juga dapat beroperasi tanpa perlu perawatan rutin.

Menurut Cao, mengembangkan teknologi ini dalam skala besar akan mahal, kecuali jika proses manufakturnya dapat dilakukan dengan andal. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi kegunaan dan keterbatasan baterai ini, termasuk seberapa lama daya tahannya setelah diterapkan dengan aman, tambah Oksuz.

"Konsep baterai nuklir ini sangat menjanjikan," katanya. "Masih banyak ruang untuk perbaikan, tetapi saya yakin di masa depan, teknologi ini akan memiliki peran penting dalam industri energi dan sensor."

Penelitian ini didukung National Nuclear Security Administration dan Office of Energy Efficiency and Renewable Energy dari Departemen Energi Amerika Serikat. Penulis lain yang terlibat dalam penelitian ini termasuk Sabin Neupane dan Yanfa Yan dari The University of Toledo. (Science Daily/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |