
KEPUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permintaan peninjauan kembali (PK) kasus korupsi pengadaan E-KTP (KTP-el) eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) ditentang oleh banyak pihak. Seperti diketahui, MA mengurangi hukuman Setnov menjadi 12 tahun dan enam bulan penjara atau 12,5 tahun.
Meski sudah mendapatkan pengurangan, kubu Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
“Menurut hemat saya itu (putusan PK) tidak cukup, seharusnya bebas. Pak Novanto itu, menurut hemat kami tyidak bisa dihukum dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3,” kata Pengacara Setnov, Maqdir Ismail melalui keterangan tertulis, Rabu, (2/7).
Maqdir meyakini Setnov bukan orang yang mengurusi pengadaan KTP-el, saat menjabat sebagai Ketua DPR. Karena itu, Setnov seharusnya tidak divonis bersalah.
“Dia tidak mempunyai kewenangan terkait dengan pengadaan e-KTP. Dia bukan anggota Komisi 2 DPR RI, sehingga dia tidak mempunyai kewenangan terkait dengan pengadaan e-KTP,” ucap Maqdir.
Maqdir juga meyakini Setnov didakwa dengan pasal yang salah. Jika mau dipaksakan, kata dia, kasus eks Ketua DPR itu harusnya suap.
“Dakwaan yang paling tepat untuk dia adalah suap. Dia terbukti menerima uang, tapi karena tidak ada jabatan terkait pengadaan, maka seharusnya dia terima uang sebagai gratifikasi atau suap,” ujar Maqdir. (H-3)